Halaman

Selasa, 15 Juli 2014

MERAJUT POLA KEPEMIMPINAN NASIONAL LIMA TAHUNAN

Beranda » Berita » Opini
Kamis, 31/07/2003 08:27

MERAJUT POLA KEPEMIMPINAN NASIONAL LIMA TAHUNAN

Fatamorgana yang menghalang pandang demokrasi kita adalah Pemilu 2004 yang akan tampil beda dengan 7 kali pemilu sebelumnya. Banyak parpol yang sudah curi start di jalanan. Diperparah dengan langkah awal capres untuk unjuk raga dengan pertolongan media massa. Potret buram era Reformasi menyisakan "dendam" 3 RI-1, dengan segudang alasan yang berbeda tapi nyaris sedarah.

Agar MPR proaktif dengan berbagai Tap yang mengandung muatan antisipasi agar lima tahun jabatan RI-1 dan RI-2 bisa terpenuhi atau diliwati dengan aman. Jika ada tindak gangguan di masa jabatan, gangguan inilah yang harus ditangani secara arif, bijak dan indonesiawi. Bukan sekedar mengganti sang sopir! Apa guna adanya rambu-rambu penyelenggara negara, polisi pengawas lancarnya roda pemerintahan.

Dari sekian jajaran yang anti Pancasila dan UUD 1945 (meminjam istilah stigma Orde Baru terhadap oposan) diduga pasti datangnya dari kawanan kader partai politik yang tidak kebagian kursi apalagi pundi-pundi. Sejarah satu babak Reformasi telah membuktikan bahwa bongkar pasang "sopir negara" di tengah jalan atau ketika kontraknya belum usai tidak menjamin perjalanan bangsa ini menjadi lebih mulus - malah menimbulkan banyak lubang hutang kemasyarakatan (disintegrasi, krisis berkelanjutan, preman berdasi) dan masuk perangkap pemurtadan massal hampir di segala aspek kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat.

Sedangkan bagi kader partai politik yang sedang naik panggung ataupun sedang melayang naik daun, akan menanggung "beban hutang balas jasa". Fenomena inilah yang menjadikan masa jabatan lima tahun mungkin dirasa sebentar, terlebih jika dikalkulasi belum balik modal. Akhir kata, janganlah rakyat dijadikan obyek tata kepemerintahan yang betul, benar dan baik. (hn)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar