Halaman

Minggu, 13 Juli 2014

KETIKA ......

Beranda » Berita » Opini
Senin, 28/04/2003 09:19

KETIKA . . . . .

Suatu kali terjadi di Indonesia
Sebuah negara yang kaya mantra
Sebuah bangsa yang sarat fatwa
Sebuah negeri yang bebas adu kata

Di jalanan, sekumpulan rakyat yang senyum sesama
Di istana, sekawanan pejabat yang ramah curiga
Semua berubah sekejap mata
Manakala uang beranjak jadi berhala
Manakala orang dahaga akan puja
Manakala hidup cinta dunia
Manakala takut alam baka

Segala cara seolah tanpa dosa
Segala upaya seolah tanpa norma
Segala daya seolah tanpa noda
Segala akal seolah tak ada dusta

Saling memfitnah menjadi biasa
Saling menteror tak boleh lupa
Saling menuduh banyak pasal bebas bea
Saling libas sebagai hak bersama
Semua menjadi gelap mati rasa

Dengan modal gitar tua
Sang kelana murtad menjadi hamba penguasa
Daripada tak bisa tampil di panggung budaya
Daripada tak bisa menghirup harumnya cendana
Kaki dijadikan kepala
Kepala dipersembahkan ke paduka raja
Sang kelana melibas persaudaraan demi unjuk muka

Dari masa ke masa
Dalihnya cukup sederhana
Membudayakan agama
Dan mengagamakan budaya
Mengorbankan nada agar tetap meraih pahala dunia
Mengatur irama agar tetap bisa ngumbar goyang raga

Ketika anak lele hendak menjadi raja
Di kerajaan kubangan lumpur tinja
Ketika ndangdhut menjadi mahkota
Ketika selera syahwat menjadi menu utama
Ketika agama dijadikan landasan selera
Ketika panggung tak lagi punya nama
Ketika panggung hanya menyajikan berhala
Haram dan halal tinggal kata tanpa makna

Yang tersisa hanya naluri berjaga
Yang tersisa hanya insting berlaga
Yang tersisa hanya nafsu berkuasa
Yang tersisa hanya nafas angkara

Ketika menghadapi pesaing secara tidak ikhlas rela
Ketika menghadapi pendatang baru secara tidak terbuka
Ketika menghadapi pemula secara tidak lapang dada
Ketika menghadapi kenyataan hidup dengan buruk sangka
Ketika menghadapi kebangkrutan jiwa tanpa usaha nyata

Semua silang kata dan adu fakta di media massa
Semua unjuk raga sumbang rasa menjadi komoditas hampa
Semua hujatan telah menjadi angka

Bahwa sesama saudara mereka rela
Bahwa sesama kerabat mereka tega

Asal tetap menjadi hamba berhala dunia
Asal tetap bisa menipu usia
Asal tetap saling menjegal nama
Asal mereka tetap jadi raja dan ratu lumpur tinja
Asal mereka tetap bisa goyang dan jual raga

Kita tak perlu iri dan buruk muka cermin dijelaga
Daripada mereka hidup tanpa nama
Lebih baik mereka ribut adu sengketa
Lebih baik mereka mati berkalang harta
Lebih baik mereka ajal berselimut takhta
Lebih baik mereka binasa di rahang serigala
Lebih baik mereka mampus di ujung dunia

Mereka kira rezeki bisa diraih karena usaha jual suara
Mereka duga rezeki mampu dikumpulkan berkat goyang raga
Mereka sangka rezeki dapat dikejar tak perlu do'a
Mereka lupa bahwa perjalanan rezeki telah diatur oleh-Nya
Mereka alpa bahwa curah kucuran rezeki telah ditentukan oleh-Nya

Semua perebutan kuasa hanya rekayasa
Terjadi di bumi Pancasila Ketika lapang mereka foya-foya sambil bermusik ria
Ketika terpuruk mereka putus asa sambil mengutuk siapa
Mana kawan mana lawan tak ada beda

Sekarang dipuja besok dinista
Sekarang dihina besok dimanja
Sekarang dihujat besok disapa
Sekarang dijilat besok buang muka (hn)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar