Senin, 28/04/2003 09:19
KETIKA . . . . .
Suatu kali terjadi di
Indonesia
Sebuah negara yang
kaya mantra
Sebuah bangsa yang
sarat fatwa
Sebuah negeri yang
bebas adu kata
Di jalanan,
sekumpulan rakyat yang senyum sesama
Di istana, sekawanan
pejabat yang ramah curiga
Semua berubah sekejap
mata
Manakala uang
beranjak jadi berhala
Manakala orang dahaga
akan puja
Manakala hidup cinta
dunia
Manakala takut alam
baka
Segala cara seolah
tanpa dosa
Segala upaya seolah
tanpa norma
Segala daya seolah
tanpa noda
Segala akal seolah
tak ada dusta
Saling memfitnah
menjadi biasa
Saling menteror tak
boleh lupa
Saling menuduh banyak
pasal bebas bea
Saling libas sebagai
hak bersama
Semua menjadi gelap
mati rasa
Dengan modal gitar
tua
Sang kelana murtad
menjadi hamba penguasa
Daripada tak bisa
tampil di panggung budaya
Daripada tak bisa
menghirup harumnya cendana
Kaki dijadikan kepala
Kepala dipersembahkan
ke paduka raja
Sang kelana melibas
persaudaraan demi unjuk muka
Dari masa ke masa
Dalihnya cukup
sederhana
Membudayakan agama
Dan mengagamakan
budaya
Mengorbankan nada
agar tetap meraih pahala dunia
Mengatur irama agar
tetap bisa ngumbar goyang raga
Ketika anak lele
hendak menjadi raja
Di kerajaan kubangan
lumpur tinja
Ketika ndangdhut
menjadi mahkota
Ketika selera syahwat
menjadi menu utama
Ketika agama
dijadikan landasan selera
Ketika panggung tak
lagi punya nama
Ketika panggung hanya
menyajikan berhala
Haram dan halal
tinggal kata tanpa makna
Yang tersisa hanya
naluri berjaga
Yang tersisa hanya
insting berlaga
Yang tersisa hanya
nafsu berkuasa
Yang tersisa hanya
nafas angkara
Ketika menghadapi
pesaing secara tidak ikhlas rela
Ketika menghadapi
pendatang baru secara tidak terbuka
Ketika menghadapi
pemula secara tidak lapang dada
Ketika menghadapi
kenyataan hidup dengan buruk sangka
Ketika menghadapi
kebangkrutan jiwa tanpa usaha nyata
Semua silang kata dan
adu fakta di media massa
Semua unjuk raga
sumbang rasa menjadi komoditas hampa
Semua hujatan telah
menjadi angka
Bahwa sesama saudara
mereka rela
Bahwa sesama kerabat
mereka tega
Asal tetap menjadi
hamba berhala dunia
Asal tetap bisa
menipu usia
Asal tetap saling
menjegal nama
Asal mereka tetap
jadi raja dan ratu lumpur tinja
Asal mereka tetap
bisa goyang dan jual raga
Kita tak perlu iri
dan buruk muka cermin dijelaga
Daripada mereka hidup
tanpa nama
Lebih baik mereka
ribut adu sengketa
Lebih baik mereka
mati berkalang harta
Lebih baik mereka
ajal berselimut takhta
Lebih baik mereka
binasa di rahang serigala
Lebih baik mereka
mampus di ujung dunia
Mereka kira rezeki
bisa diraih karena usaha jual suara
Mereka duga rezeki
mampu dikumpulkan berkat goyang raga
Mereka sangka rezeki
dapat dikejar tak perlu do'a
Mereka lupa bahwa
perjalanan rezeki telah diatur oleh-Nya
Mereka alpa bahwa
curah kucuran rezeki telah ditentukan oleh-Nya
Semua perebutan kuasa
hanya rekayasa
Terjadi di bumi
Pancasila Ketika lapang mereka foya-foya sambil bermusik ria
Ketika terpuruk
mereka putus asa sambil mengutuk siapa
Mana kawan mana lawan
tak ada beda
Sekarang dipuja besok
dinista
Sekarang dihina besok
dimanja
Sekarang dihujat
besok disapa
Sekarang dijilat
besok buang muka (hn)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar