Rabu, 07/11/2007
08:09
KKK, makar
terselubung
Konon, ketika gajah
tak seperti sekarang, entah lebih besar atau lebih kecil, gerombolan mereka
menemukan batu prasasti di puncak bukit Tidar, Jawa Tengah sekarang. Kawanan
gajah membaca dan mengartikan tulisan yang terpahat di batu. Mereka sepakat,
nanti akan ada manusia datang dan mendiami pulau Jawa. Datang berkelompok,
membentuk masyarakat, akhirnya menjadi suatu suku, bangsa dan bernegara. Jika
mereka bersatu, seperti bunyi di prasasti, mereka akan kokoh, kuat, dan tahan
segala cuaca.
Manusia ada lemahnya
dan memang akan kembali ke lemah (bahasa Jawa, tanah). Dengan kelemahan
tersebut manusia bisa menjatuhkan yang kuat. Dibutuhkan akal kancil, akal
bulus, dan liciknya serigala serta nyali yang tinggi utawa muka badak.
Maksudnya, sebagai bangsa yang kuat, yang ditunjang berbagai komponen bangsa,
akan runtuh dari dalam.
Bukannya rayap batu
yang akan mengkikis habis, mulai dari batu yang tertanam dalam tanah. Tetapi
perilaku anak bangsa, terutama punggawa kerajaan, yang mempunyai kesempatan
dalam kesempitan untuk menggerogoti jiwa bangsa. Setelah sekian abad berjalan,
kepastian yang tertera di prasasti terbukti.
Budaya KKK yaitu Korupsi,
Kong-kaling-kong dan Konco dewe menjadi lagu wajib bagi
penyelenggara negara. Banyak tokoh yang dilahirkan dari KKK. Pada umumnya
mereka kebal hukum, bisa bebas dari jeratan berbagai pasal hukum. Karena uang
adalah segalanya. Akhirnya kekokohan suatu bangsa, yang tersusun atas asas
amanah, menjadi kikis sejalan beredarnya matahari. KKK memang tidak meledak,
tetapi daya ledaknya melebihi pemberontakan bersenjata (hn).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar