Selasa, 25/03/2008
11:04
LAYAK TAYANG vs
TAYANG LAYAK
Hidup ini adalah
misteri, penuh misteri, jadi tak perlu menguak misteri lainnya. Jika kita
merasa hidup adalah perulangan harian, ternyata kita tak bisa berbuat banyak
agar hari ini lebih baik daripada hari kemarin. Kalau merancang dan
merencanakan hari esok nan gemilang kita memang jagonya. Termasuk mengantipasi
agar anak keturunan tidak jatuh miskin, kelaparan, serta serba mengalami
berbagai kesulitan dalam hidup.
Betapa Presiden Orde
Baru menghidupi anak cucunya, dengan alasan apa pun yang dilakukannya karena
sebagai seorang bapak, kebetulan sebagai kepala negara. Pola ini berlanjut
sampai sekarang, untuk semua jabatan. Memangnya orang kerja untuk siapa kalau
bukan untuk anak isteri.
Kembali ke misteri,
ketika media massa mendapat kebebasan berekspresi dan bereksperimen dengan
gambar (ingat, satu gambar sama dengan seribu kata) dan deretan huruf, maka
seolah tak ada misteri. Layar kaca menyajikan bagaimana menghidupkan misteri,
mulai dari menjual mimpi sampai menjual aurat. Tepatnya, tayangan di TV adalah
salah satu sisi gambaran kehidupan kita. Sisi lainnya didominasi kehidupan
berbasis politik atau kehidupan politik di Nusantara.
Di panggung politik
orang bebas mendirikan partai politik, di tayangan orang bebas membuat ragam acara
berbagai episode sesuai selera.
Di panggung politik
orang harus berani tampil beda tanpa malu, di tayangan bakat tidak diperlukan
yang penting berani menonjol dan konyol.
Di panggung politik
diwarnai oleh industri politik mengutamakan keuntungan duniawi, di tayangan
diwarnai uang yang bicara sehingga acara dan waktu bisa dibeli.
Di panggung politik
menjadi kutu loncat hal lumrah, di tayangan susah membedakan antara akting
dengan siaran langsung.
Di panggung politik
tak ada sekutu abadi dan tak ada seteru sejati, di tayangan apa pun bisa
terjadi.
Di panggung politik
orang bebas bicara, di tayangan bicara orang bebas.
Di panggung politik
kebebasan mendukung popularitas, di tayangan popularitas mendukung kebebasan.
Di panggung politik
sulit membedakan antara hitam dan putih, di tayangan sulit dicari orang hitam
atau orang putih.
Di panggung politik
tujuan menghalalkan segala cara, di tayangan yang haram justru menjadi nilai
jual dan tujuan.
Di panggung politik
sesama politisi utawa politikus boleh saling menjegal dan saling menjagal, di
tayangan menu utama adalah jegal-menjegal serta jagal-menjagal dalam lipatan
semu.
Di panggung politik
dahulukan lelaki katimbang perempuan, di tayangan siapa menjadi lelaki utawa
kapan menjadi perempuan tidak jelas.
Di panggung politik
kontribusi dan target perjuangan ditentukan perolehan, di tayangan perolehan
tidak jelas sebatas sama-sama rugi.
Di panggung politik
masih ada akal dan nalar dalam menakar untung rugi finansial, di tayangan yang
penting penonton harus merasa dirugikan, korban kerugian dan harus merugi luar
dalam.
Di panggung politik
ada proses pengkaderan, di tayangan justru menggalang dan menampung kader
pornoragam.
Di panggung politik
harus bisa baku mulut dan buka mulut, di tayangan tak ada yang tabu dilihat atau
buta mata untuk melihat yang tabu.
Di panggung politik
orang masih pilih-pilih menu, di tayangan borok dan sampah selebritis jadi
hiburan resmi keluarga.
Di panggung politik
........ (hn).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar