Anak
didik lulusan SD masuk ke SMP hanya bermodal nilai ujian dan nilai rapor, banyak
faktor yang harus diantisipasi. Jika satu rayon, satu kabupaten/kota tidak
masalah, bahkan seperti boyongan pindah sekolah.
Masalah
muncul jika SD obral nilai agar anak didiknya bisa lanjut ke SMP favorit atau
minimal sesuai idamannya, namun nantinya tidak bisa mengikuti pelajaran, anak
menjadi korban sistem. Anak pandai tetapi dari SD papan bawah, dengan nilai
murni atau tidak direkayasa, bisa kalah bersaing dengan SD unggulan maupun SD
obral nilai tadi.
Beban
dari SMP menerima anak didik dengan seleksi adminstrasi, kwartal pertama sudah
terjadi persaingan dan seleksi alam,
baru ditentukan klasnya. Klas ditentukan berdasarkan kualitas anak
didik. Sistem ini bisa ada kesan diskriminasi pendidikan. Dampaknya, anak di
klas papan bawah bisa merasa kurang percaya diri dan berujung menjadi anak banyak
ulah [HaeN].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar