Senin, 13/02/2006
09:17
Walau dilematis,
kelahiran perokok sangat dinantikan oleh Ibu Pertiwi. Semangkin dilarang,
semangkin menggila. Pabrik rokok tak mungkin untuk digrebeg. Petani tembakau
tak mungkin dirazia. Ahli peneliti dan pengembangan tanaman tembakau nyaris
dipuja. Statemen pemerintah, melalui pemuka yang sedang cari muka, mengatakan
bahwa daun tembakau jika dikonsumsi secara baik, benar dan bersahaja dapat
meningkatkan dan memperpanjang nafas buatan.
Daun tembakau setelah
diolah berdasarkan resep adiluhung dan dikemas secara steril, dapat dibakar,
dihisap, dikepulkan asapnya sambil membayangkan bahwa dunia ini warisan nenek
moyangnya. Memang, ketika orang dan manusia Nusantara mempercayakan sesuatu
kepada bukan ahlinya, maka kita tinggal proses penghancuran diri secara
sistematis. Politikus utawa politisi memang ahli di bidangnya. Begitu keluar
dari orbitnya, akan terjadi gravitasi sehingga terpaksa memakai aturan main
negara lain.
Celakanya, kalau si
ahli merangkap jabatan. Jabatan rangkap pada posisi yang kontradiksi. Terlebih
untuk mengejar dan mempertahankan popularitas semu. Ikhwal ini banyak dijumpai
di panggung hiburan dan komedi picisan. Termasuk pelantun ndang dhut. Yang tak
bisa membedakan antara goyang panggung dan goyang-goyangan. Irama kehidupan
pribadi yang mengatasnamakan moral jauh beda dengan slogan anti goyang yang
didakwahkan.
NKRI tak merasa
dirugikan atas ulah perokok lokal, regional, nasional maupun mereka yang penuh
akal. Mulai akal bulus sampai yang ahli mengakali kadal sekalipun. Mengkadali
kadal analog dengan menangkap hidup-hidup koruptor. Justru negara akan rugi
besar jika perokok dan rokok hilang dari peredaran. Puntung rokok pun bisa
mendatangkan kesejahteraan bagi pemulung. Koruptor terbasmi pun belum tentu
uang kembali. Uang hasil jarahan pada umumnya selain sulit dibuktikan juga
sulit kembali. Ibarat membakar rokok. Jadi, berbagai keahlian dan tenaga ahli
yang beredar di NKRI ini wajib dilestarikan, agar mereka tak saling mencaplok,
merampok dan menohok. Minimal saling olok. (hn)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar