Halaman

Minggu, 06 Juli 2014

DAUR ULANG PANCASILA SAKTI

Beranda » Berita » Opini
Selasa, 01/10/2002 10:30

DAUR ULANG PANCASILA SAKTI


Pancasila dasar negara, rakyat adil makmur sentausa, ternyata Pancasila enak didendangkan dengan semangat patriotisme. Bahkan yel-yel :"Hidup Pancasila!!", sebagai senjata kaum pengunjuk rasa suatu saat. Setia pada Pancasila dan UUD 1945 merupakan syarat utama untuk menduduki jabatan. Menurut silsilah sejarah Pancasila tak pernah lahir (cuma digali dari rakyat) tetapi sakti.

Sedemikan saktinya sehingga dijadikan asa tunggal dalam berbangsa dan bernegara. Minimal lewat P4 telah menjadikan bangsa ini sadar dalam berbangsa dan bernegara. Soal bermasyarakat dan beragama itu urusan individu yang bersangkutan. Jelasnya yang masuk kategori Pancasila Phobi apalagi yang dicap Anti Pancasila akan dilibas habis tujuh turunan. Kiat ini merupakan senjata ampuh pemerintah untuk meredam aspirasi masyarakat yang menuntut keadilan dan kebenaran.

Kalau ditelusuri secara seksama dan dalam tempo seadanya dapat dibuktikan bahwa ternyata lengser keprabonnya para presiden RI akibat tidak menghayati dan mengamalkan Pancasila.

Dimulai dari sila pertama, "Ketuhanan Yang Maha Esa", selaku presiden RI pertama, Soekarno, dengan lapang dada mempersilahkan Partai Komunis Indonesia (PKI) untuk hidup kembali. Kendati secara terang-terangan PKI pernah menusuk dari belakang. Pembentukan Nasakom (nasionalis, agama dan komunis) menjadi format utama dalam berbangsa dan bernegara. Semua berakhir dengan pengkhianatan PKI melalui Gerakan 30 September 1965.

Tahap berikutnya adalah menguji "kesaktian" sila kedua, "Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab", oleh presiden RI kedua, Soeharto. Sesuai kepiawaian "6 jam di Yogya" dalam peristiwa pemutarbalikkan sejarah Serangan Umum 1 Maret 1949, tak disadari bahwa Bapak Pembangunan Soeharto bisa berkuasa selama 6 kali Pemilu. Demi pembangunan atau pembangunan yang merata (= menggusur rakyat jelata) menjadi slogan yang heroik bagi aparat pemerintah. Politik hantam kromo merupakan pasal yang sah dalam memurnikan Pancasila. Hasilnya adalah memakmurkan yang kaya sampai tingkat konglomerat (khusunya yang dekat dengan poros kekuasaan) dan mengadili si miskin hingga menjadi keluarga pra-miskin. Proses memanusiakan manusia Indonesia seutuhnya berakhir 21 Mei 1998.

Uji coba "kesaktian" sila ketiga, "Persatuan Indonesia", oleh presiden RI ketiga, BJ Habibie, dengan kiat teknologi menyatukan Indonesia lewat dirgantara, dari Sabang sampai Merauke. Kebetulan posisi Timor Timur di luar jaring dirgantara akhirnya berhasil memerdekakan diri. Dengan Otnomi Daerah menyebabkan kemandirian yang kebablasan. Menghadapi wakil rakyat yang baru lepas dari pingitan demokrasi berakhirlah riwayatnya sebagai presiden. Keampuhan persatuan Indonesia diwujudkan dalam bersatunya suara wakil rakyat dalam menghadapi sang mandataris MPR.

Panggilan Gus Dur bagi presiden RI keempat yang menjajal "kesaktian" sila keempat, "Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan Perwakilan". Hasilnya sama-sama babak belur. Sama-sama saling memlintir kebijaksanaan. Yang jadi korban, dari zaman ke zaman, tetap rakyat. Dekrit Presiden berakhir sebelum lahir. Jangan heran kalau akhirnya para wakil rakyat yang terhormat bisa naik derajat, pangkat, martabat dan harkat - antara lain menjadi konglomerat mini.

Berikutnya, dan masih bergulir yaitu test case terhadap "kesaktian" sila kelima, "Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia", oleh Ibu Mega yang sedang / masih menyandang mandataris MPR kelima. Dengan falsafah diam itu emas, maka keadilan sosial lebih diterjemahbebaskan sebagai kesempatan bekerja di luar negeri sebagai TKI. Memakmurkan orang kaya dalam bentuk kebebasan bagi pejabat untuk meraup dana non-bujeter, yang nyaris tak tersentuh hukum. Bukannya mengantisipasi intimidasinya IMF. Atau lebih menyatakan prinsip berdikari di bidang ekonomi. Di sisi lain, memang ada hubungan historis antar presiden yaitu dalam permainan anak untuk menentukan kalah menang di adu dengan pingsut. 3 jari yang digunakan. Ibu jari bisa menundukkan telunjuk tetapi kalah oleh kelingking. Telunjuk bisa menaklukkan kelingking tetapi tidak bisa berbuat apa-apa melawan ibu jari. Kelingking bisa menelikung ibu jari tetapi dengan mudah ditekuk oleh telunjuk.

Memasuki 57 tahun RI, kita baru memiliki 5 presiden. Ibarat jari kita sudah punya 5 jari dan sudah bisa untuk mengepalkan dan melayangkan tinju, melawan kemiskinan di segala bidang kehidupan. Itupun kalau kompak.

Demikian kisahnya, presiden pertama RI diibaratkan dengan ibu jari karena sebagai proklamator. Bangsa Asia, Afrika dan Amerika Latin mengacungkan ibu jari kepada Soekarno. Sejarah kemudian membuktikan bahwa ibu jari bisa ditundukkan oleh telunjuk!

Soeharto sebagai telunjuk, utawa presiden RI ke 2, bisa me-tahananrumah-kan si ibu jari, sampai meninggal. Orang akan girang kalau ditunjuk Soeharto sebagai pembantunya. Baru bekerja setelah dapat petunjuk bapak presiden. Tetapi akan mati tujuh turunan kalau dituding sebagai anti UUD 1945 dan anti Pancasila. Karena hobinya main tunjuk akhirnya Soeharto lengser, karena sudah tidak ada petunjuk lagi. Kalau telunjuk mau kompak dengan ibu jari pasti mampu untuk nylentik maupun njewer koruptor.

Si jari tengah, memang sesuai fungsinya sebagai penengah atau pemisah. Akhirnya presiden RI ke 3 berhasil memisahkan Timor Timur dari NKRI. 

Si jari manis, kalau diam kelihatan manis. Kalau berulah bisa bikin kalang kabut. Bisa menggelitik secara lembut. Karena ulahnya si jari manis tercabut akarnya sebagai presiden RI ke 4.

Kisah sekarang, keberadaan si kelingking sebagai presiden RI ke 5 yang justru kebetulan anak kandung ibu jari. Jelas tidak bisa membersihkan KKN sisa rezim si telunjuk ! secara formal si kelingking akan mudah ditekuk oleh telunjuk. Toh bangsa dan rakyat Indonesia cukup merasa nikmat dikorek-korek lubang hidung dan lubang telinganya dengan kelingking.

Akhir kisah, kita nanti akan main hom pim pah saja. Kesaktian Pancasila tak perlu diuji coba lagi, tak perlu didewa-dewakan lagi, tak perlu diperdebatkan akurasinya dalam mewujudkan mayarakat yang adil dan makmur. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar