Halaman

Senin, 07 Agustus 2017

Keras vs Keras vs Keras



Keras vs Keras vs Keras

Kerja keras anak bangsa, putera asli daerah, manusia dan/atau orang Indonesia sudah menjadi budaya turun temurun. Minimal terbukti masih ada petani yang tidak alih profesi, walau hanya sebagai buruh tani. Laju pembangunan membuat alih lahan pertanian menjadi lahan rumah tinggal komersial.

Garam dapur, garam meja masih menjadi bumbu utama ibu rumah tangga sebagai bukti petani garam masih kerja keras sampai basah kuyup. Mereka tak peduli dengan sengatan matahari yang sangat membantu kerja dan kinerja. Mungkin kadar garam lokal sudah tidak mampu menggoyang lidah tak bertulangnya para kawanan parpolis, menyebabkan muncul kebijakan pemerintah mengimpor garam dari luar negeri.

Satuan tugas pangan semakin membuktikan bahwa penyelenggara negara memang pekerja keras.  Sebagai imbangan dari Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila yang selanjutnya disingkat UKP-PIP adalah unit kerja yang melakukan pembinaan ideologi Pancasila (Perpres 54/2017).

Masih adanya berita tentang OTT KPK semakin membuktikan bahwa penguasa memang pekerja keras. Tidak mau berleha-leha. Tidak mau duduk manis tunggu bola liar. Kalau perlu serobot bola yang sedang dimainkan oleh kaki lawan. Bahkan bola kelamaan di kaki satu tim, bila perlu serobot.

Pihak yang mengotak-atik UU Pemilu untuk siap hadapi pemilu serentak 2019, tentu jauh dari sekedar kerja keras. Bahkan melampaui panggilan tugas untuk menjadi putera terbaik. Wewenang sekecil apapun bisa dijadikan dalih untuk berbuat banyak utawa kerja keras melampaui kapasitas diri.

Lebih dari kerja keras, menjadikan penguasa keras kepala. Tidak peduli rakyat yang harus dikorbankan. Menjadikan pejabat publik, penyelenggara negara, penguasa menjadi berhati keras. Tak ada kompromi.

Kulit tangan rakyat semakin mengeras, karena modal fisik. Pembagian lahan dan traktor tangan dari presiden semakin menjadikan tangan petani kerja keras, memenuhi program/kegiatan ketahanan pangan dan swasembada beras.

Tak kurang yang masih punya nyali, ambisi, angan-angan dengan pemilu serentak 2019, jiwanya semakin mengeras, tahan goncang dan tahan gesekan.  Dari Hatinya semakin keras dan peka dengan manisnya garam, buaian kursi kekuasaan, rayuan rupiah, lambaian kompromi politik dari negara bukan tetangga tetapi paling bersahabat. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar