Keras vs Keras vs Keras
Kerja
keras anak bangsa, putera asli daerah, manusia dan/atau orang Indonesia sudah
menjadi budaya turun temurun. Minimal terbukti masih ada petani yang tidak alih
profesi, walau hanya sebagai buruh tani. Laju pembangunan membuat alih lahan
pertanian menjadi lahan rumah tinggal komersial.
Garam
dapur, garam meja masih menjadi bumbu utama ibu rumah tangga sebagai bukti
petani garam masih kerja keras sampai basah kuyup. Mereka tak peduli dengan
sengatan matahari yang sangat membantu kerja dan kinerja. Mungkin kadar garam
lokal sudah tidak mampu menggoyang lidah tak bertulangnya para kawanan
parpolis, menyebabkan muncul kebijakan pemerintah mengimpor garam dari luar
negeri.
Satuan
tugas pangan semakin membuktikan bahwa penyelenggara negara memang pekerja
keras. Sebagai imbangan dari Unit Kerja Presiden
Pembinaan Ideologi Pancasila yang selanjutnya disingkat UKP-PIP adalah unit kerja
yang melakukan pembinaan ideologi Pancasila (Perpres 54/2017).
Masih
adanya berita tentang OTT KPK semakin membuktikan bahwa penguasa memang pekerja
keras. Tidak mau berleha-leha. Tidak mau duduk manis tunggu bola liar. Kalau perlu
serobot bola yang sedang dimainkan oleh kaki lawan. Bahkan bola kelamaan di
kaki satu tim, bila perlu serobot.
Pihak
yang mengotak-atik UU Pemilu untuk siap hadapi pemilu serentak 2019, tentu jauh
dari sekedar kerja keras. Bahkan melampaui panggilan tugas untuk menjadi putera
terbaik. Wewenang sekecil apapun bisa dijadikan dalih untuk berbuat banyak
utawa kerja keras melampaui kapasitas diri.
Lebih
dari kerja keras, menjadikan penguasa keras kepala. Tidak peduli rakyat yang
harus dikorbankan. Menjadikan pejabat publik, penyelenggara negara, penguasa
menjadi berhati keras. Tak ada kompromi.
Kulit
tangan rakyat semakin mengeras, karena modal fisik. Pembagian lahan dan traktor
tangan dari presiden semakin menjadikan tangan petani kerja keras, memenuhi program/kegiatan
ketahanan pangan dan swasembada beras.
Tak
kurang yang masih punya nyali, ambisi, angan-angan dengan pemilu serentak 2019,
jiwanya semakin mengeras, tahan goncang dan tahan gesekan. Dari Hatinya semakin keras dan peka dengan
manisnya garam, buaian kursi kekuasaan, rayuan rupiah, lambaian kompromi
politik dari negara bukan
tetangga tetapi paling bersahabat. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar