Halaman

Sabtu, 05 Agustus 2017

Antipati Aksi Damai Umat, Tapi Doyan Dana Haji



Antipati Aksi Damai Umat, Tapi Doyan Dana Haji

Niat  dan rencana tindak pemerintah menggunakan dana haji  untuk pembangunan infrastrukur tentu sudah meliwati proses pemikiran jangka panjang. Kendati masuk bilangan langkah ekonomis, karena akan menembus periode 2014-2019, wajar jika dibilang langkah politik.

Jangan lupa, bahwa UU RI nomor 34 tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji, simak pada Pasal 1 angka 2 :
Dana Haji adalah dana setoran biaya penyelenggaraan ibadah haji, dana efisiensi penyelenggaraan haji, dana abadi umat, serta nilai manfaat yang dikuasai oleh negara dalam rangka penyelenggaraan ibadah haji dan pelaksanaan program kegiatan untuk kemaslahatan umat Islam.

Salah satu faktor pertimbangan UU 34/2014 adalah bahwa peningkatan jumlah jemaah haji tunggu mengakibatkan terjadinya penumpukan akumulasi dana haji. Artinya, seberapa sedikit umat Islam yang masuk daftar tunggu dan sampai tahun kapan.

Mengacu frasa “nilai manfaat yang dikuasai oleh negara” maka otomatis negara berhak memanfaatkan dana haji tanpa ijin dan dipergunakan untuk pembangunan infrastruktur. Kalau dana haji sebagai dana pinjaman tentu ada aturan main atau dasar hukumnya.

Jika ditarik dan/atau hitung mundur, secara awam, malah akan ditemui ikhwal kebijakan pemerintah yang plin-plan atau plintat-plintut.

Sejarah tentu tak akan melupakan fakta aksi damai umat Islam untuk menyikapi penistaan agama oleh gubernur DKI Jakarta di sisa periode 2012-2017. Bagaimana kebijakan pemerintah atau penguasa lewat tangan aparat pengayom masyarakat yang dengan gagah menerapkan pasal makar, kudeta dan sejenisnya.

Andalan hukum adalah pasal berlapis, pasal alternatif, pasal karet, pasal selundupan atau siapa yang berkepentingan dengan hukum. Langkah hukum berikutnya yang diambil pemerintah – sebagai pendekatan proaktif – adalah karena ulah HTI maka UU 17/2013 tentang organisasi kemasyarakatan mengalami perombakan. Diharapkan ormas bisa pancasilais seperti yang dicontohkan oleh para penyelenggara negera, penguasa, pejabat publik.

Jangan diartikan bahwa umat Islam menjadi sasaran bidik pihak tertentu. Tak bisa dipungkiri hak konstitusional rakyat yang mayoritas umat Islam, tentu akan menentukan perolehan suara di pesta demokrasi. Pemilihan umum serentak tahun 2019 membuat PR semua parpol kelabakan. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar