Halaman

Selasa, 24 Maret 2020

menghamba kepada diri sendiri


menghamba kepada diri sendiri

Tentu bukan sebagai ketentuan hidup mandiri berketahanan. Hidup di negeri berdasar asas animisme, dinamisme  plus multipartai harus pandai-pandai. Tekanan politik menjadikan anak bangsa kian kreatif, dinamis dan sigap saling libas dalam lipatan. Tak terkecuali malah memunculkan gaya hidup mati gaya, gaya-gayaan asal gaya.

Bermula dari kredo “konflik internal tubuh menjadi menu rutin” bagi yang tak sigap diri. Lakoni hidup bak air mengalir, bukan sesuai prinsip udara bisa dimana saja, kapan saja, kemana saja. Daya pikir akal mirip zat padat yang sudah solid namun rentan gesekan, gosokan. Makin dipakai malah kian uzur.

Asupan religi menjadi formalitas kebangsaan. Ketika guru disatru, diseteru. Sebaliknya, sumber daya konflik terpendam dijadikan sumber daya politik. Sedemikiannya, dibahas dengan pendekatan apa pun sulit untuk menemukan biang perkaranya.

Ikhwal ini jauh dari lagak lagu percaya diri. Alat pelindung diri dari invasi virus ideologi global tak cukup dengan perisai pada burung Garuda Pancasila. Terus masihkah kita percaya dengan bisikan kata hati sendiri. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar