Halaman

Rabu, 25 Maret 2020

calon ingus pun ikut terlempar

calon ingus pun ikut terlempar

Fenomena alam karena ada perpaduan antara gaya tarik bumi,  gravitasi dengan geothermal. Kurang begitu terik karena mendung tidak merata. Waktu kisah 10 menit jelang azan dzuhur waktu lokal. Bukan tanpa sengaja walau tak ada alasan khusus. Karena jelang subuh di masjid belum sempat push-up, maka kulakukan di lapangan.

Push-up dengan tangan mengepal. Tidak mengejar jumlah atau waktu aktif. Intinya, pemanasan lebih fokus ke atur dan olah nafas plus pemusatan pikiran. Standar yang kupakai, saat selesai push-up nafas tetap normal.  Kalau bergegas pun, secukupnya tidak ngos-ngosan. Seperti kinerja nafas jalan kaki cepat sejarak 2 km. Detak jantung terasa tetap relatif datar. Rasanya tidak seperti usai jalan kaki.

Suasana sepi karena efek sebaran virus asing bersebut corona variant terakhir, Covid-19. Ke lapangan hanya berjarak empat rumah tipe KPR-BTN zaman Orde Baru. Panas lapangan terasa di kento menambah kapalan.

Pada hitungan ke-30, push-up saya sudahi dengan posisi badan rata-rata air. Tarik nafas pelan sambil bangkit. Nafas agak sedikit memburu. Pandangan mata normal. Entah kenapa, seperti reflex buang ingus. Mulai dari lubang hidung kiri. Di luar dugaan, gumpalan ingus plus calon ingus tergelontor keluar. Terasa saat melaju di tenggorokan. Ingus jalur lubang hidung kanan, keluar dalam jumlah normal seadanya. Nafas jadi plong dan tubuh bugar. Pulang dengan gagah tak perlu busung dada.

Padahal, sebelum dan saat push-up tidak ada gangguan peringusan. Nafas tetap dipertahankan pakai hidung, mulut terjatup rapat. Kepala menoleh ke kanan maupun ke kiri, pemerataan agar leher tak protes. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar