Jaga Jarak Horizontal, Jangan
Abaikan Relasi Vertikal
Pencegahan Covid-19 meluas karena sudah masuk status pandemik
global. Mendadak umat manusia merasa diingatkan dengan kematian. Mungkin, bibit
penyakit yang menyebabkan kematian yang tidak “menyakitkan”. Proses terjangkitnya
sampai kembali bugar atau dijemput malaikat maut, tak menyebabkan sadar diri mencari formulasi spiritual.
Mengandalkan pasal medis, klinis atau aspek sehat secara
proaktif, preventif, protektif, cegah tangkal, antisipasi sejak dini bukan
langkah sia-sia. Kebijakan pemerintah berdasarkan pengalaman menangani kasus endemi,
pagebluk atau bencana alam terkesan menunggu sampai kebakaran jenggot.
Peraturan Pemerintah nomor 38 tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan
Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota; maka urusan wajib Bidang Kesehatan sebagai urusan
pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan
daerah kabupaten/kota, berkaitan dengan pelayanan dasar.
Ditambah semangat Otonomi Daerah, maka penetapan status
darurat menjadi wewenang daerah. Indonesia tak bisa lepas dari himbauan WHO
untuk melakukan gerakan aksi nasional cegah covid-19. Penerapan paket global kebijakan
Social Distancing termasuk paket nasional ‘Belajar dan Kerja dari/di
Rumah’ sebagai ikhtiar nyata.
Pemerintah memutuskan masa darurat penanganan penyebaran
Covid-19 hingga 29 Mei 2020. Umat Islam kian terjebak sibuk dan asyik jaga
jarak horizontal. Diperkuat reduksi ibadah dan kegiatan amaliah di masjid. Menjadikan
umat Islam lupa eksistensi Allah swt dengan segala sifat-Nya (asmaul husna). [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar