Halaman

Senin, 16 Maret 2020

berprasangka buruk kepada diri sendiri


berprasangka buruk kepada diri sendiri

Bukan sebagai pasal yang dianjurkan. Tetapi demi kemuliaan diri, sesekali atau sekali dalam seumur hidup bisa dipakai. Agar tak salah paham, bisa ambil pakai paket dasar, sederhana, tak pakai putar otak ke segala arah penjuru. Perenungan atas nasib diri. Nasib tidak berkonotasi apes, begitu-begitu saja. Tanpa perubahan yang terasa di jiwa.

Tekanan lingkungan bersatu dengan arus pembangkitan rasa juara. Pukul rata, secuwil makian bebas menjadikan dirinya diperhitungkan di dunia maya. Pasang foto penguasa merasa sebagai bukti loyal tulen. Kemajuan produk teknologi informasi dan komunikasi kian membelah jiwa yang labil. Di saat yang sama merasa eksis di dua kutub yang kontradiksi.

Jiwa yang sarat dengan fitrah sebagai hamba-Nya, berduel, bertarung bebas dengan jiwa bebas yang fungsi nikmat dunia. Konflik internal tubuh menjadi menu rutin. Bisikan kata hati, mulai kerapan sayu-sayup sampai menggugah rasa, terabaikan secara modern. Begitu jiwa terjaga, hirupan nafas kian membuka wawasan untuk utamakan pasal pelena diri.

Wajar ikhwal ini mangkal di generasi yang sedang keranjingan kerajinan ujung jari tangan. Kalau menjadi karakter, ciri khas generasi bau tanah. Apa kata liang lahat. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar