isi ulang jiwa ideologi global vs
lapis ulang kemasan ideologi lokal
Judul dua versi frasa yang mirip. Kurang cerna, meleset
ucap eja bisa terbolak-balik kombinasi rancu. Itulah seni berolah kata. Tersurat,
cerdasnya si pengolah kata. Bahasa ungkapan nyata kadar jiwa, daya intelektual
plus plus plus. Sifatnya individual dan terus dilestarikan sesuai tuntutan dan
tantangan peradaban.
Ngoceh soal, pasal ideologi harus punya ilmu. Itu pun tak
cukup. Lebih akurat tahu praktik nyata di lapangan. Banyak ikhwal seluk-beluk yang
tersurat ketimbang fakta tersurat. Laporan politis periode siapa pun dengan
pola ‘asal bapak senang’ sudah usang. Bagaimana ‘bapak mau senang’ karena di
atas kursi masih ada kursi.
Selaku petugas partai periode kedua, tak tahu pihak mana
yang dibuat hatinya senang. Di sini senang, di sana senang plus tepuk pramuka. Salah-salah
bisa kebanting dari kursi, kejegal hidup-hidup oleh mitra koalisi.
Alunan lagu revolusi ‘di bawah sepatu lars’ Orde Baru dimantapkan,
dimatangkan, digoreng ulang, dioplos menjadi kicauan ‘dalam cengkeraman cakar
naga merah’. Politik tak pernah percaya fakta sejarah. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar