Rekayasa
Generasi Masa Depan Dalam Perspektif Islam
Hak Anak Atas Ayah
Cuplikan kejadian diangkat dari era khalifah Amirul
Mukminin, Umar bin Khattab ra, substansinya tentang hak anak atas ayahnya. Diriwayatkan kemudian bahwa
Umar menjelaskan : “Ada tiga”. “Pertama, hendaklah ia memilih calon
ibu yang baik untuk puteranya. Kedua, hendaklah ia menamainya dengan nama yang
baik. Dan ketiga, hendaklah ia mengajarinya Al-Quran.”
Sebelumnya, dalam hadis riwayat Thabrani dari Jarir RA dijelaskan, “Pada
saat itu Nabi (Rasulullah SAW) langsung memegangi ujung baju pada leher anak
itu (anak muda), seraya berkata, ‘Engkau dan hartamu milik ayahmu!”
Kejadian ini didasari dari keluhan seorang ayah yang menangisi nasib malangnya
dan kedua telinganya tak pernah mendengarnya, yang mengadu kepada Nabi.
Generasi Masa Depan
Islam telah mewajibkan bagi orang tua untuk berbuat baik kepada
anak-anaknya, dan juga tidak durhaka kepada mereka. Menyiapkan
anak atau generasi masa depan, mengacu terjemahan [QS An-Nisaa’
(4)
: 9] : “Dan
hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di
belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap
(kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah
dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar”.
Adab berkeluarga atau membangun rumah tangga tidak terlepas dari
peran dua insan yang berlainan jenis, pasangan suami-istri (pasutri) di
dalamnya, mereka melaksanakan akad nikah sebagai ibadah dan sunnatullah.
Interaksi yuridis dan biologis pasutri untuk mendapatkan anak keturunan sekaligus
penerus generasi masa depan.
Al-Qur’an telah memberikan peringatan dini, agar kita tidak meninggalkan
generasi lemah. Generasi penerus yang diharapkan adalah generasi yang unggul,
tangguh, ulet dan tahan banting. Generasi prospektus yang dapat meneruskan
tongkat estafet perjuangan. Bukan generasi yang lemah secara akhlak, fisik,
emosi, ekonomi, spiritual, atau pun ilmunya, khususnya lemah aqidah.
Keluarga dan rumah tangga yang normal, harmonis, utuh dan eksis berpotensi
melahirkan generasi yang tangguh, sebaliknya keluarga dan rumah tangga yang berantakan
berpotensi melahirkan generasi yang lemah.
Anak merupakan keturunan dari satu
keluarga, yang menjadi mata rantai keberadaan manusia dari satu generasi ke
generasi berikutnya. Bagi orang tua, anak merupakan harapan sekaligus amanah
dari Allah SWT. Kewajiban orang tua mulai memberi nama yang bermakna baik, memberi
pendidikan, agama dan pengajaran sampai dicarikan jodoh atau dinikahkan. Al-Qur’an menyuratkan anak sebagai perhiasan kehidupan
dunia; penyenang hati; menjadi musuh; hanyalah sebagai cobaan; dan janganlah orang tua membunuh
anak-anaknya karena takut kemiskinan.
Tantangan Zaman
Perkembangan zaman ditandai dengan kemajuan ilmu pengetahuan,
teknologi serta industri seolah mendahului perjalanan waktu, dampaknya begitu
hebat membuat tantangan hidup semakin berat. Perubahan zaman pun sangat
berdampak pada perilaku dan akhlak generasi penerus umat di masa depan.
Liberalisasi Islam yang membonceng arus globalisasi menjadi
tantangan utama yang dihadapi semua
komponen umat Islam, baik pondok pesantren, perguruan tinggi Islam, ormas
Islam, lembaga ekonomi Islam, maupun partai politik Islam. Sebab, liberalisasi
Islam telah menampakkan wajah yang sangat jelas dalam menghancurkan Islam dari
asasnya, baik aqidah Islam, Al-Qur'an, maupun syariat Islam (sumber :
http://alislamu.com/index.php?Itemid=10&id=781&option=com_content&task=view).
Pemerintah pun selalu kalah selangkah dalam mengelola zaman, selain
dipatok waktu periodik lima tahunan, perubahan secara politis hanya sekedar
merotasi masalah. Generasi tua lebih mengedepankan ambisi politik daripada menyiapkan
masa depan generasi penerusnya. [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar