media sosial dan jalur interaksi komunikasi aspirasi suara rakyat
Penulis tidak tahu, media sosial itu binatang seperti apa.
Bisa menggigit atau tidak. Bisa terbang atau tidak. Berkaki berapa. Maklum
penulis zaman SR (sekolah rakyat), sekarang SD, masih menggunakan sabak sebagai
pengganti buku tulis, dan alat tulisnya bernama grip (berwarna abu-abu). Agar
runcing, grip digosok di permukaan batu atau semenan.
Jelas beda dengan anak SD
sekarang, sudah akrab dengan media sosial atau suka disebut singkatannya yaitu ‘medsos’.
Saya heran, mengapa
Pemerintah menganggap ‘medsos’ sebagai benda yang membahayakan. Coba simak
berita ini :
Jumat,
27 November 2015, 06:05 WIB REPUBLIKA.CO.ID, NUSA DUA -- Menteri
Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Luhut Binsar Panjaitan
menegaskan bahwa media sosial perlu ditertibkan.
Menurut dia, media sosial harus dimanfaatkan untuk
kepentingan nasional, bukan sekadar alat membuat uang dan penghasilan.
"Bangsa ini harus disiplin. Negara demokrasi tetap
harus ada aturannya. Jika tidak ditertibkan, maka akan banyak (aksi)
anarkis," kata Luhut di sela Konferensi Kelapa Sawit Indonesia (IPOC) 2015
di Nusa Dua, Bali, Kamis (26/11).
Seperti diketahui, Kepolisian Republik Indonesia (Polri)
mengeluarkan Surat Edaran Nomor SE/6/X/2015 terkait ujaran kebencian (hate speech). Polri akan
menyisir akun-akun di media sosial yang dianggap rawan yang mengarah ke ujaran
kebencian tersebut.
Sebelumnya diinformasikan Polri sedang menyelidiki
setidaknya 180 ribu akun media sosial. Ujaran kebencian adalah tindak pidana
berbentuk penghinaan, pencemaran nama baik, penistaan, perbuatan tidak
menyenangkan, memprovokasi, menghasut, penyebaran berita bohong, dan semua
tindakan yang bertujuan atau bisa berdampak pada tindak diskriminasi,
kekerasan, penghilangan nyawa, dan atau konflik sosial.
- -
- - - - -
Saya kira medsos itu bagian dari kelapa sawit. Karena oknum
menteri bicara di sela Konferensi Kelapa Sawit
Indonesia (IPOC) 2015.
Atau
kewajiban menangani medsos masuk tugas dan fungsi Kementerian Koordinator
Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan.
Ternyata
sedemikian dahsyat daya rusak medsos.
Setahu
saya, yang dibilang media yaitu koran, radio dan tv. Ada saluran TVRI dan
sisanya milik swasta. Dengan laptop yang saya gunakan ini, dengan bantuan
modem, bisa buka internet. Saya cari data/info sesuai kebutuhan untuk menulis,
seperti yang saya tulis ini.
“Sebelumnya diinformasikan Polri sedang menyelidiki
setidaknya 180 ribu akun media sosial.” Malah menambah bingung otak saya. Koq
mau-maunya orang membaca tulisan “macam gituan”. Entah siapa yang kurang
kerjaan.
- -
- - - - -
Tadi
siang waktu memanggil abang jual ketoprak liwat depan rumah, ternyata tak
sengaja saya telah melakukan pembajakan. Karena tetangga sebelah timur saya
sudah pesan liwat HP untuk datang. Abang ketoprak tinggal teriak : “ya bu,
gantian”. Yang pesan seorang ibu, yang notabene tentunya ahli dapur sudah punya
nasi dan lauknya.
- -
- - - - -
Saya bayangkan kalau rakyat ingin bicara, ingin menyuarakan
keinginannya atau aspirasinya. Ingin menyampaikan uneg-unegnya. Ingin sumbang
suara yang remen-temeh, misal liwat wakil rakyat tingkat kabupaten/kota,
tentunya malah tidak tahu siapa yang akan ditemui.
Bersyukur, di kompleks saya ada wakil rakyat kota yang
berdomisili, jadi bisa didatangi.
Walau presiden gemar blusukan, para menteri sidak, kunjungan
kerja wakil rakyat, tidak mungkin merekam kejadian nyata sehari-hari. Justru
Ketua RT yang sedikit banyak tahu apa bagaimana warganya. Walau dominan urus
urusan administrasi.
Jadi, dengan berat tangan, saya akhiri tulisan ini. [HaeN].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar