fungsi intelijen dan tanggap
ujaran kebencian (hate speech)
Kita harus bangga dan bersyukur, bahwa sistem
keamanan Indonesia tidak kalah dengan kemajuan zaman dan perkembangan yang ada
di masyarakat. Tentunya jangan seperti harga BBM, upah buruh yang selalu
dibandingkan / disandingkan dengan yang terjadi di luar negeri. Minimal dengan
negara tetangga atau sesama negara ASEAN.
Terkadang aparat keamanan dalam menyikapi dinamika dan gejolak di masyarakat tampak keberatan pasal hukum. Gesekan antar elemen
masyarakat bisa berubah menjadi tawuran secara sporadis. Pemicu dan pemacu
konflik sosial akibat dendam lama, dendam bawaan, dendam turun-temurun. Bahkan
di wilayah rawan konflik, tingkah laku aparat keamanan bisa berbias pada tindak
main hakim sendiri.
Menurut kaca mata intelijen, banyak cikal bakal
ancaman mengincar kehidupan rakyat. Tak heran, “ancaman” dimaknai sebagai (Pasal
1 butir 4 UU 17/2011 tentang Intelijen Negara) :
Ancaman adalah setiap upaya, pekerjaan,
kegiatan, dan tindakan, baik dari dalam negeri maupun luar negeri, yang dinilai dan/atau dibuktikan
dapat membahayakan keselamatan bangsa, keamanan, kedaulatan, keutuhan
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan kepentingan nasional di
berbagai aspek, baik ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, maupun
pertahanan dan keamanan.
Salah satu ancaman berupa hasutan-hasutan atau provokasi. Untuk ini Kapolri telah menetapkan Surat
Edaran Kapolri Nomor : SE/06/X/2015, tanggal 8 Oktober 2015,
tentang PENANGANAN UJARAN KEBENCIAN (HATE
SPEECH).
Berdasarkan SE tersebut, Polri melakukan tindakan preventif, antara lain kepada para Kasatwil agar
melakukan kegiatan :
mengefektifkan
dan mengedepankan fungsi
intelijen untuk mengetahui kondisi real di wilayah-wilayah yang
rawan konflik terutama akibat hasutan-hasutan atau provokasi, untuk selanjutnya dilakukan
pemetaan sebagai bagian dari early warning dan early detection
Mengacu Pasal 1 butir 1, UU 17/2011 yang
dimaksud dengan :
Intelijen adalah pengetahuan, organisasi, dan kegiatan yang
terkait dengan perumusan kebijakan, strategi nasional, dan pengambilan
keputusan berdasarkan analisis dari informasi dan fakta yang terkumpul melalui
metode kerja untuk pendeteksian dan peringatan dini dalam rangka pencegahan,
penangkalan, dan penanggulangan setiap ancaman terhadap keamanan nasional.
Kita harus bangga dan bersyukur, bahwa gaduh
politik antar penyelenggara negara tidak masuk kategori “hasutan-hasutan atau provokasi”. Justru, gaduh politik menyebabkan investor
asing enggan masuk Indonesia. Atau, investor asing yang sudah bercokol malah
hengkang. Ada juga investor yang kebal terhadap aturan politik dan hukum
Nusantara. [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar