Halaman

Jumat, 27 November 2015

Freeport, mengundang dan memberi makan perampok

Freeport, mengundang dan memberi makan perampok

Konon, Buku III Agenda Pembangunan Wilayah, RPJMN 2015-2019, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional 2014, menyebutkan bahwa Tembaga merupakan hasil tambang yang sangat potensial untuk dikembangkan di Wilayah Papua karena memiliki lebih dari 45% cadangan tembaga nasional yang sebagian eksplorasi dan pengolahannya terpusat di Timika (Kabupaten Mimika). Cadangan bijih tembaga di Wilayah Papua diperkirakan sekitar 2,6 milliar ton, sementara itu cadangan logam tembaga hanya sekitar 25 juta ton. Bahan tambang dan galian yang menjanjikan potensi lainnya adalah bijih nikel, pasir besi, dan emas. Bijih nikel terdapat di daerah Tanah Merah, Jayapura. Sebagian besar dari sumber daya tersebut masih dalam indikasi dan belum dieksploitasi.Penambangan pasir besi, bijih tembaga, dan emas berlokasi di tempat yang sama dengan penambangan biji tembaga di Timika.

Dalam rangka menunjang pertumbuhan di Wilayah Papua pada RPJMN 2015-2019, akan diselesaikan pembangunan Jalan Trans Papua. Disamping itu, untuk menunjang pemerataan pembangunan di wilayah pegunungan tengah. Disamping itu, untuk menunjang distribusi logistik di Papua akan dikembangkan Pelabuhan Timika. Pembangunan infrastruktur meliputi pembangunan jalan Timika – Potowaiburu – Wagete – Nabire (Rp 80 M) serta penangnan kapasitas kargo pelabuhan laut Timika (Rp 100 M).

Konon, Timika sebagai ibukota kabupaten Mimika, provinsi Papua telah menjadi sarang beroperasinya salah satu perusahaan tambang terbesar di dunia asal Amerika Serikat, yakni Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc.

PT Freeport Indonesia (PTFI atau Freeport)) merupakan perusahaan afiliasi atau sebuah perusahaan pertambangan yang mayoritas sahamnya dimiliki  Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc. Perusahaan ini merupakan perusahaan penghasil emas terbesar di dunia melalui tambang Grasberg. Freeport Indonesia telah melakukan eksplorasi di dua tempat di Papua, yaitu di tambang Ertsberg (dari 1967 hingga1988) dan tambang Grasberg (sejak 1988), di kawasan Tembagapura, kabupaten Mimika, provinsi Papua.

Indonesia sudah rugi sejak Freeport masuk. Sekarang pun tetap rugi karena konstitusi Negara (a.l dengan UU 1/1967 tentang Pertambangan dan UU 11/1967 tentang PMA) mendukung emas dibawa ke Amerika dan negara lainnya di dunia. Pemerintah sibuk dan peduli dengan kasus keamanan perusahaan di Papua, sedangkan ekonomi bangsa terabaikan. (sumber : http://papua-elkace.blogspot.co.id/2011/11/sejarah-dan-kebobrokan-pt-freeport.html)

http://papua-elkace.blogspot.co.id/2011/11/ternyata-negara-as-dibangun-dari-emas.html  menjelaskan :

Freeport adalah pertambangan emas terbesar di dunia! Namun termurah dalam biaya operasionalnya. Sebagian kebesaran dan kemegahan Amerika sekarang ini adalah hasil perampokan resmi mereka atas gunung emas di Papua tersebyt. Freeport banyak berjasa bagi segelintir pejabat negeri ini, para jenderal dan juga para politisi busuk, yang bisa menikmati hidup dengan bergelimang harta dengan memiskinkan bangsa ini. Mereka ini tidak lebih baik daripada seekor lintah!

Freeport merupakan ladang uang haram bagi pejabat negeri ini, yang dari sipil maupun militer. Sejak 1967 sampa sekarang tambang emas terbesar di dunia itu menjadi tambang pribadi mereka untuk memperkaya diri sendiri dan keluarganya. Freeport McMoran sendiri telah menganggarkan dana untuk itu yang walau jumlahnya sangat besar bagi kita, namun bagi mereka terbilang kecil karena jumlah laba dan tambang itu memang sangat dahsyat. Jika Indonesia mau mandiri, sektor inilah yang harus dibereskan terlebih dahulu.

Konon, jika ada gonjang-ganjing kisruh Freeport dan pencatutan nama presiden, adalah hal yang wajar, lumrah dan konstitusional. Karena secara historis telah menjadi hal rutin sejak 1967. Makanya Amerika Serikat memperhitungkan keberadaan Indonesia, karena tidak perlu dijajah, cukup emas-nya dikeduk, dikeruk dibawa ke negaranya. [HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar