dampak ujaran kebencian di
Rwanda dan Afrika Selatan = di Indonesia
Inspirasi apa yang merasuki dan menjiwai Surat
Edaran Kapolri Nomor : SE/06/X/2015, tanggal 8 Oktober 2015,
tentang PENANGANAN UJARAN KEBENCIAN (HATE
SPEECH).
Menarik disimak pada
SE tsb khususnya pada Nomor 2 huruf b : bahwa perbuatan ujaran kebencian
memiliki dampak yang merendahkan harkat martabat manusia dan kemanusian seperti
yang telah terjadi di Rwanda, Afrika Selatan, ataupun di Indonesia;
Artinya, Kapolri
sudah meyakini kebenaran, keakuratan dan keabsahan substansi, isi, muatan, dan
kandungan SE, sehingga serta merta menandatanganinya.
Artinya,
substansi data/info yang faktual dan aktual diperoleh dari hasil penelitian
langsung di tempat kejadian perkara di negara yang disebut.
Artinya, hasil
penelitian sebagai kesimpulan kunjungan kerja, studi banding maupun laporan
penyidik atau laporan intelijen dari berbagai negara sampel, dengan hasil
mengerucut pada negara Rwanda dan negara Afrika Selatan.
Artinya, dampak
ujaran kebencian di Indonesia sudah memasuki stadium atau siaga darurat.
Artinya, Polri
tidak akan melakukan tindakan cegah dini terhadap potensi tindak pelaku pemicu
dan pemacu yang menimbulkan reaksi kata.
Artinya,
diharapkan agar rakyat bersikap acuh, pasif, tak mau tahu terhadap kejadian
nyata di depan mata. Rakyat diharapkan menghindarkan diri dari stigma ‘pahlawan
kesiangan’.
Jadi, apapun
yang terjadi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara bukan tangung jawab
rakyat. Rakyat diposisikan sebagai penonton, dilarang ber-reaksi separah dan sepatah katapun, dengan tangan tengadah ke atas
tetapi bukan untuk berdoa. [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar