Halaman

Senin, 02 November 2015

demokrasi Indonesia antara 5 menit dan 5 tahun

demokrasi Indonesia antara 5 menit dan 5 tahun

Konon, rakyat Indonesia yang mempunyai hak pilih dan sadar akah haknya pada saat pesta demokrasi, bak raja. Kehadirannya di bilik suara TPS terdekat sangat diharapkan oleh pihak tertentu. Apalagi, kalau pihak tertentu itu telah memberi uang saku, uang rokok dan biaya perjalanan dari rumah ke TPS. Atau sebaliknya, berlaku paradigma NPWP.

Percaya, masih banyak pemilih yang menentukan pilihannya sesuai harapan dan doanya. Semoga yang dipilih dan terpilih, tidak akan khianat, tidak akan mberot di tengah jalan. Diberi daya ingat yang kuat, diberi kekuatan untuk membuktikan janji kampanyenya. Diberi pendengaran dan penglihatan yang wajar, sehat dan jujur.

Konon, pasca pelantikan dan pengambilan sumpah sebagai wakil rakyat, kepala daerah maupun atuapun sebagai kepala negara, otomatis seolah-olah hak rakyat gugur. Cuma 5 menit rakyat pemilih jadi raja. Tergantikan dengan kewajiban untuk memenuhi janji kepada pihak penyandang dana yang menyebabkan dia bisa masuk bursa pemilihan, bahkan sampai bisa resmi menjabat.

Percaya, masih ada segelintir kepala negara – memang ada berapa kepala negara di Nusantar – yang tidak ingkar janji. Setia, konsisten dan lurus dengan ucapannya. Biasanya iklim demokrasi Nusantara yang mengandalkan politik transaksional, politik bagi hasil/bagi jasa sekaligus balas dendam, yang menjadi pecundang, yang akan melubangi bahtera Nusantara dari dalam justru ‘orang dalam’.

Sejarah membuktikan. Akankah kita hanya menunggu sejarah periode 2014-2019 sampai hari terakhir! [HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar