rahasia di balik
mental pe-revolusi mental, imajinasi politik vs imajinasi korupsi
Model korupsi di NKRI sangat bervariasi dan beragam. Mulai skala lokal
sampai skala nasional. Mulai dari figuran sampai sutradara di belakang jeruji
besi. Perlakuan hukum atas koruptor yang masuk kategori terpidana dikatakan
malah memuliakannya. Beda dengan tindak kriminal lainnya yang karena setoran
utawa upetinya tidak layak, tidak sesuai dengan standar jual beli perkara.
Perlakuan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) jauh dari standar dan
skala istimewa. Kasus Buaya vs Cicak sampai berserial, berjilid, bersambung,
semangkin membuktikan bahwa korupsi tidak sekedar budaya Nusantara, bahkan sudah
didaulat sebagai lagu wajib di jajaran penyelenggara negara, khususnya yang
berkaitan dengan aparat penegak hukum.
Penyelenggara negara periode 2014-2019, khususnya dari suruhan partai
politik pemenang Pemilu 2014, mau tak mau, bisa tak bisa - tak bisa tapi mau - “wajib”
menyelesaikan kontrak politik lima tahun.
Daya kohési antara imajinasi politik versus imajinasi korupsi di jiwa kawanan
parpolis penyelenggara negara sedemikian saling menguatkan, saling memadukan,
saling menigisi dan saling mengkokohkan. Jangan dikira, bahkan antar individu dalam
satu tubuh parpol bisa terjadi daya adhési yang bak dua kutub berlawanan.
Kekuatan nyata KIH maupun KMP bukan pada kuantitas atau jumlah parpol yang seolah se-iya dan sekata,
tetapi justru terletak pada kualitas individu. Karena pertarungan, perseteruan,
persaingan di panggung, industri dan syahwat politik, orang akan memainkan
sekaligus memerankan dirinya sendiri.
Perjuangan politik anak bangsa dikatakan
berhasil jika sudah jadi wakil rakyat mulai tingkat kabupaten/kota, provinsi
dan nasional; menjadi kepala daerah / wakil kepala daerah apalagi kepala
negara. Ini baru pada jabatan yang terukur. Tak kurang yang menjadikan sebagai
mata pencaharian.
Politik transaksional, ideologi berbasis Rp, mahar
politik, NPWP, jual beli suara, komisi (se)berapa, atau sebutan lainnya menjadikan
penyelenggara negara terjebak pada tarik-menarik imajinasi politik vs imajinasi
korupsi. [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar