Halaman

Senin, 29 Desember 2014

Waktu Produktif, Hilang di Jalan atau di Rumah?

Waktu Produktif, Hilang di Jalan atau di Rumah?



Perjalanan Waktu
Firman, peringatan dan ketetapan Allah tentang waktu, diabadikan di Al-Qur’an, dengan menyebutkan pandanan waktu di ayat pertama di beberapa surat, seperti : “Demi fajar,” Al Fajr (fajar), “Demi malam apabila menutupi (cahaya siang),” Al Lail (malam), “Demi bintang ketika terbenam.” An Najm (bintang), “Demi waktu matahari sepenggalahan naik,” Ad Dhuhaa (waktu matahari sepenggalan naik), dan “Demi masa”,  Al ’Ashr (masa).

Pada umumya manusia melihat waktu secara maknawi, belum pada tataran hakekat. Perjalanan dan pergantian waktu sebagai fungsi berbagai kesempatan. Waktu dikaitkan dengan pertambahan umur dan sisa perjalanan hidup di dunia.  Evaluasi dilakukan atas keberhasilan mewujudkan keinginan, meraih cita-cita, mendapatkan sasaran, menyelesaikan target, memperoleh harapan atau sesuatu yang terukur secara duniawi.

Semakin kita melangkah, seolah semakin jauh dari tujuan dan harapan hidup. Kehidupan dunia semakin dilacak, dicari, diburu, dikejar, diuber, diudak, malah semakin jauh dan menjauh. Terlebih jika kita memakai kaca mata dunia yang menakar dan mengukur waktu berdasarkan faham ‘waktu adalah uang’ (time is money).

Waktu Produktif
Kemacetan di perkotaan telah menyedot tingkat pemborosan sampai 2-5% dari PDB negara-negara Asia, karena hilangnya waktu produktif dan tingginya biaya transportasi yang harus ditanggung (ADB, 2013). Kajian Bank Pembangunan Asia ini membuktikan betapa waktu produktif bisa hilang atau berkurang selama kita berada di perjalanan, berangkat/pulang kerja. Kita lebih akrab dengan istilah ‘tua di jalan’. Anak sekolah pun harus berjuang agar masuk sekolah pagi tidak terlambat. 

Kalau tidak macet, berarti bukan kota. Belum sampai di tempat kerja, sudah mandi keringat. Emosi dipacu waktu, enerji tergerus di jalan. Pulang kerja tepat waktu, berjuang melawan waktu di jalan, menjadi santapan harian. Karena terbiasa, kita tak merasa rugi jika ada waktu sholat terliwati. Tingkat keamanan, kepadatan penumpang di kendaraan umum, menjadikan waktu hanya terbuang percuma. Pasrah pada kondisi tanpa punya hak tawar. Naik kendaraan pribadi, bisa menjadi budak roda, menjadi pengkonsumsi BBM yang menjadi beban pemerintah.

Pada awal tahun 2013, jumlah angkatan kerja di Indonesia mencapai 121,2 juta orang dengan TPAK (Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja) atau persentase jumlah angkatan kerja yang bekerja dan mencari kerja dibandingkan dengan penduduk usia kerja yang ada sebesar 69,2% dan tingkat pengangguran terbuka sebesar 5,9%. Jika dilihat dari status pekerjaan, 35,7 juta bekerja tidak penuh, dengan rincian 22,2 juta bekerja paruh waktu dan 13,6 juta setengah menganggur.

Usaha Produktif
Hubungan timbal balik antara waktu produktif dengan bekerja, sangat dinamis, fluktuatif dan kondisional, terlebih ada batasan formal yaitu ‘bekerja tidak penuh’ dan ‘setengah menganggur’. Jangan ditafsirkan kalau ibu rumah tangga, yang menghabiskan waktunya di rumah, tidak mampu produktif. Mimimal jika pekerjaan rumah tangga diserahkan ke pihak ketiga atau penyedia jasa, yaitu pramuwisma, terjadi penghematan yang signifikan.

Waktu produktif memang menjadi hak milik manusia usia produktif (15-64). Tantangan kehidupan, generasi muda atau pemuda (16-30 tahun) lebih menyukai budaya instan. Bekerja bak seekor burung, berangkat pagi pulang sore menenteng rupiah. Di rumah, tak peduli dengan urusan rumah tangga. Pulang untuk makan, tidur, dan bangun untuk berangkat kerja. Kegiatan yang nampak sibuk, melakukan sosialisasi alias kumpul dengan senasib. Membunuh waktu dengan berbagai cara.


Sementara ini, manusia yang lanjut usia (lansia) dikaitkan dengan angka harapan hidup, berpotensi memperkuat kohesi atau modal sosial (social capital) antar kelompok penduduk maupun lintas generasi. Para penikmat usia pensiun, walau sudah tidak mempunyai pekerjaan tetap, tetapi tetap bekerja. Walau sudah mempunyai penghasilan tetap, tetap sibuk menjemput rezeki dari Allah. Kegiatan sosial sampai kegiatan profesional bisa dikerjakan oleh para lansia. Sebagai usaha produktif.dalam rentang skala finansial maupun skala amaliah. [HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar