Halaman

Minggu, 14 Desember 2014

Kita Sebagai Pewaris, Penerus Dan Penjaga Agama Rahmatan Lil ‘Alamin.

Kita Sebagai Pewaris, Penerus Dan Penjaga Agama Rahmatan Lil ‘Alamin.


Agama Rahmat
Islam adalah agama rahmatan lil ‘alamin artinya Islam merupakan agama yang membawa rahmat dan kesejahteraan bagi semua seluruh alam semesta, yang terdiri atas berbagai jenis dan macam, seperti: alam manusia, alam hewan, alam tumbuh-tumbuhan, benda-benda mati dan sebagainya. Sesuai dengan firman Allah dalam [QS Al Ambiyaa’ (21) : 107] : Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.”

Salah satu alasan mengapa Allah menurunkan nabi Muhammad SAW di tengah kaumnya bangsa Arab, masyarakat suku Quraisy,  yang berkonotasi sebagai masyarakat jahiliyah, sebuah masyarakat yang harus ditata akidah dan akhlaknya. Rasulullah SAW. bersabda : Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang sholeh”. (HR Bukhari).
Menyempurnakan akhlak” berlaku bagi semua umat Islam sampai akhir hayat di kandung badan. Bahkan kita jarang mencermati kedudukan akhlak dalam Islam.. Kita jarang terinspirasi dengan sabda Rasulullah SAW : “Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya.” (HR At-Tirmidzi).

Mengingat status Rasulullah SAW sebagai penutup para nabi, sebagaimana ketetapan Allah [QS Al Ahzab (33) : 40] : Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” , wajar kalau kita terbesit pertanyaan atau pernyataan betapa ribuan tahun setelah Rasulullah wafat, agama Islam tetap eksis, utuh dan tidak mengalami deformasi maupun reformasi. Sepeninggal Rasulullah memang seolah tidak ada utusan Allah yang menjaga agama Islam.

Kita jangan lupa bahwa Allah selalu akan mengawal Al Quran, memberikan jaminan tentang kesucian dan kemurnian Al Quran selama-lamanya, sebagaimana [QS Al Hijr (15) : 9] : Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.”

Sebagai nabi penutup, jelang wafat Rasulullah, Allah memantapkan kedudukan agama Islam dengan firman-Nya tersurat [QS Al Maa’idah (5) : 3] : Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.”

Umat Islam yang menggeluti profesinya, menghadapi dua pilihan yang dilematis dalam menyeimbangkan urusan mengejar kemewahan duniawi dengan urusan mencari kebahagiaan ukhrawi. Akibat persaingan, atau dilakukan secara masal, tak jarang memasuki area syubhat.

Menjaga Agama
Dari Abul ‘Abbas ‘Abdullah bin ‘Abbâs Radhiyallahu’anhuma, ia mengatakan, “Pada suatu hari, aku pernah dibonceng di belakang Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu beliau bersabda, ‘Wahai anak muda, aku akan mengajarkan kepadamu beberapa kalimat’ : “Jagalah Allah, niscaya Allah akan menjagamu”. (HR at-Tirmidzi)

Makna yang tersurat maupun yang tersirat Jagalah Allah, niscaya Allah akan menjagamu” adalah ikhtiar kita secara total agar selalu berada di jalan-Nya pada saat melaksanakan perintah-Nya berbareng dengan menjauhi segala larangan-Nya, sekaligus mendapatkan petunjuk dari-Nya agar kita tidak memasuki jalan sesat.

Menjaga agama rahmatan lil ‘alamin sesuai rambu-rambu agama Islam yang sudah jelas. Jangan diartikan sebagai toleransi terhadap umat lain karena wujud persatuan di atas multireliji, multietnis dan multikultur, dengan mengorbankan akidah diri. Jangan diwujudkan sebagai solidaritas tanpa melihat akar permasalahan, sekedar menunjukkan rasa setia kawan, sebagai tenggang rasa sosial. Jangan dipraktekkan sebagai kompromi untuk sama-sama bisa merasakan kekuasaan, kekuatan dan kekayaan. Permasalahan hidup bersama dalam tataran dan tatanan berbangsa dan bernegara diselesaikan dengan pendekatan ‘musyawarah untuk mufakat’, prakteknya dalam bentuk aklamasi, voting, tawar-menawar, sistem arisan, tahu sama tahu, jual beli pasal, tukar guling maupun bentuk sub-kompromi lainnya.

Sebagai makhluk sosial, antar manusia saling mebutuhkan. Pepatah “ringan sama dijinjing, berat sama dipikul” secara kuantitas tidak salah. Adat gotong royong harus cermati dengan arif, mengacu sebagian [QS Al Maa’idah (5) : 2] : Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.”

Kewajiban “Jagalah Allah, niscaya Allah akan menjagamu” sebagai kewajiban mulai dari yang berskala individu/pribadi, keluarga, tetangga, komunitas atau sebagai kewajiban berjamaah, kewajiban semua umat Islam [HaeN].


---------------

Tidak ada komentar:

Posting Komentar