Kita Sebagai Pewaris, Penerus Dan Penjaga Agama Rahmatan
Lil ‘Alamin.
Agama Rahmat
Islam adalah agama rahmatan
lil ‘alamin artinya Islam merupakan agama yang membawa rahmat dan
kesejahteraan bagi semua seluruh alam semesta, yang terdiri atas berbagai jenis dan
macam, seperti: alam manusia, alam hewan, alam tumbuh-tumbuhan, benda-benda
mati dan sebagainya. Sesuai dengan firman Allah dalam [QS Al
Ambiyaa’ (21) : 107] : “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi)
rahmat bagi semesta alam.”
Salah satu
alasan mengapa Allah menurunkan nabi Muhammad SAW di
tengah kaumnya bangsa Arab, masyarakat suku Quraisy, yang berkonotasi sebagai masyarakat jahiliyah,
sebuah masyarakat yang harus ditata akidah dan akhlaknya.
Rasulullah SAW. bersabda : ”Sesungguhnya aku diutus untuk
menyempurnakan akhlak yang sholeh”. (HR Bukhari).
“Menyempurnakan akhlak” berlaku bagi semua umat Islam sampai akhir
hayat di kandung badan. Bahkan kita jarang mencermati kedudukan akhlak dalam
Islam.. Kita jarang terinspirasi dengan sabda Rasulullah SAW : “Orang mukmin
yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya.” (HR
At-Tirmidzi).
Mengingat status Rasulullah SAW sebagai penutup para nabi, sebagaimana
ketetapan Allah [QS Al Ahzab (33) : 40] : “Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki
di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah
Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” , wajar kalau kita terbesit pertanyaan atau pernyataan betapa ribuan
tahun setelah Rasulullah wafat, agama Islam tetap eksis, utuh dan tidak
mengalami deformasi maupun reformasi. Sepeninggal Rasulullah memang seolah
tidak ada utusan Allah yang menjaga agama Islam.
Kita jangan lupa bahwa Allah selalu akan mengawal Al Quran, memberikan jaminan tentang kesucian dan
kemurnian Al Quran selama-lamanya, sebagaimana [QS Al Hijr (15) : 9] : “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan
Al Quran, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.”
Sebagai nabi penutup, jelang wafat Rasulullah, Allah memantapkan
kedudukan agama Islam dengan firman-Nya tersurat [QS Al Maa’idah (5) : 3] : “Pada hari ini telah Kusempurnakan
untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah
Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.”
Umat Islam yang menggeluti profesinya, menghadapi
dua pilihan yang dilematis dalam menyeimbangkan urusan mengejar kemewahan
duniawi dengan urusan mencari kebahagiaan ukhrawi. Akibat persaingan, atau
dilakukan secara masal, tak jarang memasuki area syubhat.
Menjaga Agama
Dari Abul ‘Abbas ‘Abdullah bin ‘Abbâs Radhiyallahu’anhuma, ia mengatakan,
“Pada suatu hari, aku pernah dibonceng di belakang Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam, lalu beliau bersabda, ‘Wahai anak muda, aku akan mengajarkan kepadamu
beberapa kalimat’ : “Jagalah Allah, niscaya Allah akan menjagamu”. (HR
at-Tirmidzi)
Makna yang tersurat maupun yang tersirat “Jagalah Allah, niscaya Allah akan menjagamu” adalah ikhtiar kita
secara total agar selalu berada di jalan-Nya pada saat melaksanakan
perintah-Nya berbareng dengan menjauhi segala larangan-Nya, sekaligus
mendapatkan petunjuk dari-Nya agar kita tidak memasuki jalan sesat.
Menjaga agama rahmatan lil ‘alamin sesuai rambu-rambu agama
Islam yang sudah jelas. Jangan diartikan sebagai toleransi terhadap umat lain
karena wujud persatuan di atas multireliji, multietnis dan multikultur, dengan
mengorbankan akidah diri. Jangan diwujudkan sebagai solidaritas tanpa melihat
akar permasalahan, sekedar menunjukkan rasa setia kawan, sebagai tenggang rasa
sosial. Jangan dipraktekkan sebagai kompromi untuk sama-sama bisa merasakan
kekuasaan, kekuatan dan kekayaan. Permasalahan hidup bersama dalam tataran dan tatanan berbangsa dan
bernegara diselesaikan dengan pendekatan ‘musyawarah untuk mufakat’, prakteknya
dalam bentuk aklamasi, voting, tawar-menawar, sistem arisan, tahu sama tahu,
jual beli pasal, tukar guling maupun bentuk sub-kompromi lainnya.
Sebagai makhluk sosial, antar manusia saling mebutuhkan. Pepatah
“ringan sama dijinjing, berat
sama dipikul” secara kuantitas tidak salah. Adat gotong royong harus cermati
dengan arif, mengacu sebagian [QS Al Maa’idah (5) : 2] : “Dan
tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.”
Kewajiban “Jagalah Allah, niscaya Allah akan
menjagamu” sebagai kewajiban mulai dari yang berskala individu/pribadi,
keluarga, tetangga, komunitas atau sebagai kewajiban berjamaah, kewajiban semua
umat Islam [HaeN].
---------------
Tidak ada komentar:
Posting Komentar