Politika Dibaca :209 kali , 0 komentar
Menghidupkan 4 Pilar Umat Penegak Negara
Ditulis : Herwin Nur, 20 Desember 2013
“Sabda Rasulullah SAW, tegaknya negara ditunjang empat pilar. Pertama bi’ilmil ulama (dengan ilmu ulama), kedua bi-adillatil umaro (dengan keadilan para pemimpin/pejabat/pemerintah/penguasa), ketiga bisaqoowatil aghniyaa (peran para aghniya/orang-orang kaya), keempat bidu’aail fuqoroo-i wal masaakiin (doanya orang-orang lemah).”
Di era Reformasi banyak anak bangsa yang cerdik pandai melalui jalur partai politik memunculkan tafsir 4 Pilar Kehidupan berbangsa dan bernegara, yaitu Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika. 4 Pilar Kebangsaan ini menjadi kebanggaan dan produk unggulan MPR RI 2009-2014.
Khilafah mempunyai empat pilar (qaidah) yang mutlak wajib ada demi keberadaan dan kelangsungan keberadaan Khilafah. Khilafah dapat disebut juga “negara Islam” (ad dawlah al islamiyah) atau “sistem pemerintah Islam” (nizham al hukm fi al islam). Jika salah satu pilar ini tidak ada, berarti Khilafah tidak ada atau telah berubah menjadi bentuk negara atau sistem pemerintahan lain yang tidak Islami. Kedudukan empat pilar ini seperti halnya rukun shalat, yang jika salah satu rukun itu tidak terpenuhi, maka shalatnya tidak sah dan tidak diterima oleh Allah SWT.
Keempat pilar Khilafah ini adalah sebagai berikut :
Pertama, kedaulatan di tangan syariah, bukan di tangan rakyat.
Kedua, kekuasaan di tangan umat.
Ketiga, mengangkat satu orang khalifah adalah wajib atas seluruh kaum muslimin.
Keempat, hanya khalifah saja yang berhak melegislasikan hukum-hukum syara’, dan khalifah saja yang berhak melegislasi UUD dan segenap UU. (diadop dari berbagai sumber)
Mengacu sabda Rasulullah SAW di atas, jika dibandingkan dengan status dan kondisi nyata di Indonesia.
Pertama, dengan ilmu ulama.
Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsuddin mengajak organisasi kemasyarakatan dan umat Islam bisa berperan menjadi penentu masa depan bangsa dan negara. Ormas (organisasi kemasyarakatan) dan umat hendaknya menampilkan Islam yang menjadi kekuatan penentu masa depan Indonesia. Ajakan Din saat membuka Rakernas MUI, Jumat 12 September 2013, di Jakarta.
Ormas maupun umat Islam diharapkan tidak berpecah-belah serta harus berperan efektif dalam perubahan yang terjadi. Sistem liberal yang diterapkan saat ini dapat mengancam peranan umat Islam di Indonesia. Akibat liberalisasi, Nasionalis Islam sulit dikembalikan. Rakernas MUI diharapkan bisa menjadi ajang musyawarah untuk peningkatkan kinerja organisasi.
Menghadapai negara sebagai organisasi besar, bagaimana peran MUI yang sebagai representasi ilmu ulama. MUI sebagai pelengkap, sebagai syarat formal atau hanya sebagai penggembira. Atau hanya sebagai wadah formal ulama agar bisa dikontrol oleh negara.
Kedua, dengan keadilan para pemimpin/pejabat/pemerintah/penguasa.
Umat Islam terjebak pada pemikiran bahwa berpolitik yang berarti menyelenggarakan negara dipandang sebagai sekedar urusan dunia. Ormas Islam bahkan tidak mengawal jalannya pemerintah, lebih nyaman mengkritisi pemerintah.
Parpol Islam di eksekutif, terutama legislatif, lebih menyuarakan lagu wajib lokal daripada suara umat. Lebih terikat kontrak dengan parpol ketimbang hubungan moral dengan rakyat pemilihnya.
Ketiga, peran para aghniya/orang-orang kaya.
Orang kaya tidak perlu berpolitik, karena sebagai pengusaha, pemodal, penyandang dana, dapat mengendalikan jalannya politik negara. Mereka dapat akses untuk pesan bab dan pasal dalam proses legislasi DPR.
Keempat, doanya orang-orang lemah.
Orang lemah dalam menjalankan kehidupan islami lebih memilih menghindari konflik horizontal, dengan asas toleransi serta memahami bahwa Allah tidak tidur. Akumulasi daya juang, keprihatinan serta doa akan berdampak luar biasa.
Terlebih jika orang lemah masuk tataran teraniaya, terzalimi. (Herwin Nur/Wasathon.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar