Halaman

Senin, 15 Desember 2014

Dari Buruh, Oleh Buruh Dan Untuk Buruh

Dari Buruh, Oleh Buruh Dan Untuk Buruh

Siapapun presidennya, bagaimanapun kinerja parpol pemenang pemilu legislatif, apapun kebijakan yang ditetapkan pemerintah, pekerja/buruh selalu responsif, bahkan terkadang proaktif. Terlebih jika menyangkut hak mereka. Jangan sampai hak terusik, terganggu apalagi dikurangi. Kodrat pekerjaan atau memang karakter pekerja/buruh, dengan alasan sederhana, semisal harga jual premium naik 2.000 rupiah per liter, bisa menjadi alasan utama dan pertama untuk melakukan unjuk raga dan unjuk rasa di jalanan. Tuntutan cukup sederhana, yaitu penyesuaian upah.

Bukannya pekerja/buruh tidak masuk kategori manusia yang pandai bersyukur, karena terminologi upah berkorelasi dengan profesionalisme, mau tak mau bisa bertolak belakang jika dikaitkan dengan komponen hidup layak. Bukan pula salah pendidikan. Atau karena pengaruh budaya instan. Pagi berangkat kerja, sore pulang menenteng rupiah. Ironis, mereka tetapi tidak punya nyali, tidak punya posisi tawar untuk berkomunikasi apalagi mendikte pengusaha. Serikat pekerja/ buruh bisa menjadi “telinga” pengusaha, di samping perpanjangan tangan dan lidah pekerja/buruh.


Sejarah membuktikan, tuntutan buruh sesuai asas : dari buruh, oleh buruh dan untuk buruh. Soal bagaimana melaksanakan kewajiban, tidak masuk hitungan. Terlebih ada serikat pekerja/buruh yang bangga jagonya jadi presiden, berarti setiap dan segala tuntutannya wajib dipenuhi oleh Jokowi dan kawanannya. Andai tuntutan pekerja/buruh dilaksanakan, maka pepatah Jawa: “uwis dike'i ati isih ngrogoh rempela” akan berlaku. HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar