Halaman

Kamis, 20 Februari 2014

tanah airku vs air tanahku

Beranda » Berita » Opini
Rabu, 05/12/2007 05:11
tanah airku vs air tanahku

Dari tanah kembali ke tanah, itulah manusia seutuhnya. Selama hidupnya atau selama hidup manusia di atas tanah bisa berbuat kerusakan atas tanah, air, udara yang berakibat bencana. Bencana alam adalah senjata makan tuan, bumerang hasil perilaku ummat manusia. Campur tangan manusia terhadap alam semesta memuat misi yang sangat beragam, mulai menjalankan fitrah sampai untuk kemaslahatan bersama. Bencana alam selain mengutuhkan kembali persatuan dan kesatuan, juga memperlihatkan urusan wajib dan urusan pilihan.

Siapa harus melakukan dan berbuat apa saja.
Siapa yang harus selalu siap siaga dalam menghadapi kondisi yang sulit diprediksi. Siapa yang berhak was-was dan waspada mengantisipasi berbagai kemungkinan yang serba tak mungkin.
Siapa yang harus dikambinghitamkan atau dikorbankan demi bahwa pertama, pimpinan jelas tak salah. Kedua, kalau pimpinan melakukan kesalahan sesaat, lihat diktum pertama.

Rembesan air laut atau berkurangnya daratan Jakarta menjadi polemik pantang mundur. Belum amblasnya tanah yang melebihi daya dukung dan daya tampungnya, polusi yang melampaui ambang batas wajar dan aman, kepadatan penduduk yang sudah tidak bisa ditolerir lagi. Saat jam kerja, jam sibuk, Jakarta banjir mobil, motor dan berbagai moda angkutan umum. Dalam menjalani kehidupan warga Jakarta penuh stres serta tidak bisa rileks, seolah memburu waktu yang tak akan habis ditelan zaman. Ratio kehidupan di jakarta, dibutuhkan satu orang untuk melayani dan mengawasi satu orang lainnya.

Sumur resapan atau lubang lain, untuk menampung air hujan agar tak lari ke sungai. Sisa tanah terbuka banyak yang ditutup dengan pengerasan dengan berbagai alasan, mulai dari agar tidak becek sampai praktis membersihkannya, terlebih yang tanahnya relatif tidak luas.


Perjuangan bisa dimulai dari diri sendiri, mulai dari keluarga, mulai dari rumah tangga. Andai tiap rumah bisa punya satu pohon produktif, sampah organis bisa ditimbun jadi humus. Belum efek karbonnya. Air isi ulang pun bisa bikin mencret peminumnya. Andai tiap rumah bisa memanfaatkan sinar dan tenaga matahari. Bisa memanfaatkan daya dorong dan daya hisap angin yang masih gratis. Kuburan masih lapang dan lega, karena penghuninya tak bisa protes apalagi unjuk raga. Lazim, kalau penyesalan datangnya paling belakang, setelah tak ada siapa-siapa (hn).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar