Selasa, 03/05/2005 14:50
KOMISI vs KOMISI
Bangsa Indonesia memang jeli, lihai
dan mahir membuat istilah atau memakai suatu kata yang kaya makna, yang artinya
tergantung si penafsir dan mungkin beda dengan si pengguna. Penghalusan bahasa
utawa eufemisme, jauh sebelum diikrarkan sudah dipraktekkan di nusantara
ini. Bahasa Jawa termasuk yang mempopulerkan eufemisme. Diiming-imingi
komisi, petikan berita berlanjut pada halaman berbeda yang penting bukan masuk
komisi apa, tetapi yang paling penting adalah komisi(nya) berapa?.
Antar komisi bisa terjadi
perseteruan maupun persekutuan. Tidak ada hubungan biologis dengan komite,
walau dalam komite bisa terdapat komisi. Bisa terjadi hubungan yuridis dengan
nama lembaga. Paling tidak dengan lembaga pemasyarakatan masyarakat (Lapas).
Berbagai komisi bisa menjadi pemasok Lapas. Peseteruan antar komisi termasuk
penyebab pasokan ke Lapas.
Merujuk pada sejarah pergerakan
komisi, baik sejak zaman praproklamasi sampai pola pro aklamasi, bisa kita
tarik berbagai kesimpulan, disajikan secara acak dan acak-acakan alias semrawut
:
KOMISI = komunitas minoritas
politisi. Etnis politisi di NKRI ini menganut faham sesama penjegal dilarang
saling menjagal, sesama penjagal dilarang saling menjegal. Faham ini buah dari
Reformasi yang salah kiblat dan kebablasan. Ketika syahwat politik mendominasi
kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat – para wakil rakyat tetapi
sudah bukan milik rakyat.
KOMISI = komando militer sipil. Soal
urusan perut (asal bukan bawah perut), di komisi, sipil bisa bersatu
dengan militer. Nasib mereka sama. Kalau komisinya basah perseteruan bisa
mencuat runcing. Soal kembali modal di komisi versi wakil rakyat merupakan lagu
wajib individual.
KOMISI = koalisi milih / mihak
siapa. Secontoh munculnya Koalisi Kebangsaan dari pihak yang dirugikan dalam
Pilpres 2004, diimbali Koalisi Kerakyatan. Ujung-ujungnya mereka sebagai wakil
rakyat rebutan ketua komisi.
KOMISI = kongkalingkong resmi
transaksi. Kongkalingkong dalam transaksi jual beli negara, atau apa saja yang
bisa ditransaksikan mumpung lagi kuasa.
KOMISI = komersialisasi pemilikan
kursi. Dengan kursi di tangan, apapun bisa diraih. Prinsip berdiri di atas
kursi sendiri menjadi prinsip dasar. Kursi menjadi alat penyaring dan penjaring
yang ampuh.
KOMISI = korupsi menjadi hak asasi.
Perjalanan karir politik dengan meliwati jalur komisi maka kacamata yang
dipakai adalah kacamata rupiah, metal detector diganti rupiah detector.
Kalkulasi untung rugi harus bisa untung dalam jangka waktu 5 (lima) tahun atau
selama masa jabatan. Apapun yang dilakukan menjadi legal dan halal, asal semua
kebagian. Sanksinya, apa ada dosa gotong royong. Dosa menjadi tanggung jawab
masing-masing.
KOMISI = komunitas pemilik ambisi.
Ambisi bagian dari proses menghidupkan mimpi. Kalau bukan kita yang
memperhatikan nasib kita, jangan harap hidup ini berarti. Jangan sampai menjadi
benalu, jangan sampai menjadi lintah darat.
KOMISI = korupsi menjadi basi.
Dengan komisi segalanya bisa resmi, aman dan terkendali. Kecuali kalau ada yang
menjegal, maka komisi akan berhadapan langsung dengan komisi. Komisi cara
elegan, transparan dan bersambung untuk mewujudkan kesejahteraan individu
ataupun bersama.
KOMISI = korban minimalisasi
instruksi. Aturan main terserah pemainnya. Pemain harus proaktif. Tidak ada
instruksi lisan apalagi tertulis. Tapi ingat, setiap anda terjebak permainan
lawan segala risiko ditanggung sendiri. Di arena atau panggung politik tidak
ada kawan sejati dan tidak ada lawan abadi. (hn)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar