Halaman

Jumat, 07 Februari 2014

KOMISI vs KOMISI



Selasa, 03/05/2005 14:50
KOMISI vs KOMISI

Bangsa Indonesia memang jeli, lihai dan mahir membuat istilah atau memakai suatu kata yang kaya makna, yang artinya tergantung si penafsir dan mungkin beda dengan si pengguna. Penghalusan bahasa utawa eufemisme, jauh sebelum diikrarkan sudah dipraktekkan di nusantara ini. Bahasa Jawa termasuk yang mempopulerkan eufemisme. Diiming-imingi komisi, petikan berita berlanjut pada halaman berbeda yang penting bukan masuk komisi apa, tetapi yang paling penting adalah komisi(nya) berapa?.

Antar komisi bisa terjadi perseteruan maupun persekutuan. Tidak ada hubungan biologis dengan komite, walau dalam komite bisa terdapat komisi. Bisa terjadi hubungan yuridis dengan nama lembaga. Paling tidak dengan lembaga pemasyarakatan masyarakat (Lapas). Berbagai komisi bisa menjadi pemasok Lapas. Peseteruan antar komisi termasuk penyebab pasokan ke Lapas.

Merujuk pada sejarah pergerakan komisi, baik sejak zaman praproklamasi sampai pola pro aklamasi, bisa kita tarik berbagai kesimpulan, disajikan secara acak dan acak-acakan alias semrawut :

KOMISI = komunitas minoritas politisi. Etnis politisi di NKRI ini menganut faham sesama penjegal dilarang saling menjagal, sesama penjagal dilarang saling menjegal. Faham ini buah dari Reformasi yang salah kiblat dan kebablasan. Ketika syahwat politik mendominasi kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat – para wakil rakyat tetapi sudah bukan milik rakyat.

KOMISI = komando militer sipil. Soal urusan perut (asal bukan bawah perut), di komisi, sipil bisa bersatu dengan militer. Nasib mereka sama. Kalau komisinya basah perseteruan bisa mencuat runcing. Soal kembali modal di komisi versi wakil rakyat merupakan lagu wajib individual.

KOMISI = koalisi milih / mihak siapa. Secontoh munculnya Koalisi Kebangsaan dari pihak yang dirugikan dalam Pilpres 2004, diimbali Koalisi Kerakyatan. Ujung-ujungnya mereka sebagai wakil rakyat rebutan ketua komisi.

KOMISI = kongkalingkong resmi transaksi. Kongkalingkong dalam transaksi jual beli negara, atau apa saja yang bisa ditransaksikan mumpung lagi kuasa.

KOMISI = komersialisasi pemilikan kursi. Dengan kursi di tangan, apapun bisa diraih. Prinsip berdiri di atas kursi sendiri menjadi prinsip dasar. Kursi menjadi alat penyaring dan penjaring yang ampuh.

KOMISI = korupsi menjadi hak asasi. Perjalanan karir politik dengan meliwati jalur komisi maka kacamata yang dipakai adalah kacamata rupiah, metal detector diganti rupiah detector. Kalkulasi untung rugi harus bisa untung dalam jangka waktu 5 (lima) tahun atau selama masa jabatan. Apapun yang dilakukan menjadi legal dan halal, asal semua kebagian. Sanksinya, apa ada dosa gotong royong. Dosa menjadi tanggung jawab masing-masing.

KOMISI = komunitas pemilik ambisi. Ambisi bagian dari proses menghidupkan mimpi. Kalau bukan kita yang memperhatikan nasib kita, jangan harap hidup ini berarti. Jangan sampai menjadi benalu, jangan sampai menjadi lintah darat.

KOMISI = korupsi menjadi basi. Dengan komisi segalanya bisa resmi, aman dan terkendali. Kecuali kalau ada yang menjegal, maka komisi akan berhadapan langsung dengan komisi. Komisi cara elegan, transparan dan bersambung untuk mewujudkan kesejahteraan individu ataupun bersama.

KOMISI = korban minimalisasi instruksi. Aturan main terserah pemainnya. Pemain harus proaktif. Tidak ada instruksi lisan apalagi tertulis. Tapi ingat, setiap anda terjebak permainan lawan segala risiko ditanggung sendiri. Di arena atau panggung politik tidak ada kawan sejati dan tidak ada lawan abadi. (hn)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar