Halaman

Kamis, 06 Februari 2014

ANTARA KEBAL HUKUM DAN KEBAL SUAP



ANTARA KEBAL HUKUM DAN KEBAL SUAP

Jumat, 11/10/2002 07:06

Ketika mantan presiden RI kedua, Soeharto, pamer miskin di media elektronika TV dengan mengatakan :”Tak punya uang sepeserpun…”. Statemen berdasarkan teori pembenaran diri ini untuk membuktikan 2 (dua) kondisi. Pertama, yaitu beliau marah besar. Mosok sebagai biang raja rampok dibilang cuma sebagai copet dompet di keramaian layar tancap. Bukti kedua, yaitu bahwa hasil jarahan selama ini sudah dibagi habis ke keluarga, kerabat dan kroni-kroninya, dan beliau hanya menikmati ala kadarnya. Tak perlu disimpan di kantongnya, bisa aman dititipkan di mana-mana dan tak terlacak oleh hukum. Semua hartanya sudah dialihnamakan, sehingga tak tertera namanya sebagai pemilik tunggal. Senangkan rakyat dikibuli hidup-hidup.

Di sisi lain, terdapat riwayat oknum wakil rakyat tak bergeming ketika diiming-imingi atau disuap 1.000 dolar. Kalau ini pasalnya lain. Mewakili wakil rakyat yang bernasib sama tapi beda maka dapat ditarik dua kesimpulan. Pertama, dengan uang 1.000 dolar hanya akan jadi slilit. Maunya yang bisa masuk perut dan mengenyangkan. Atau minimal sudah bisa membasahi kerongkongan. Kemungkinan kedua, 1.000 dolar hanya secuil kecil dari hasil yang akan diraup si penyuap. Alasannya cukup masuk akal yaitu untuk mendapatkan ikan besar maka umpannya harus memadai. Artinya yang diharapkan adalah kucuran bukan hanya sekedar tetesan belaka. Apalagi si penyuap sudah berklas dolar, bisa diangankan omzetnya. Riwayat 1.000 dolar tadi memberi peringatan kepada para calon penyuap untuk memperhatikan asas keseimbangan suap-menyuap.

Penulis tidak mengingatkan bahwa sudah ada dua tatacara dan tatatertib suap-menyuap yang baku dan paten. Diawali dengan suapan harus sekaligus, terasa, gede, jangan tanggung-tanggung dan nantinya segala urusan akan tahu sama tahu. Atau model kedua yaitu takaran suap boleh seadanya asal rutin, nyaman, aman dan bisa diharapkan, dirasakan dan ditebak kehadirannya.

Riwayat terakhir, yang masih membara yaitu perilaku oknum AT (Ketua Wakil Rakyat) selaku terpidana. Selain memperagakan kekebalan hukumnya juga unjuk gigi atas kualitas/klas kebal suap. Kebal suap dalam konotasi menghadapi kenyataan tetap ikhlas dan rela bertengger di kursi kepemimpinan (termasuk PGK). Kebal hukum dan kebal suap ibarat badan dicolek, bagi yang peka akan terasa, tetapi bagi yang kebal tak terasa. Itu prinsip perbedaan maupun persamaannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar