ANTARA KEBAL HUKUM DAN KEBAL SUAP
Jumat,
11/10/2002 07:06
Ketika mantan presiden RI kedua,
Soeharto, pamer miskin di media elektronika TV dengan mengatakan :”Tak punya
uang sepeserpun…”. Statemen berdasarkan teori pembenaran diri ini untuk
membuktikan 2 (dua) kondisi. Pertama, yaitu beliau marah besar. Mosok sebagai
biang raja rampok dibilang cuma sebagai copet dompet di keramaian layar tancap.
Bukti kedua, yaitu bahwa hasil jarahan selama ini sudah dibagi habis ke
keluarga, kerabat dan kroni-kroninya, dan beliau hanya menikmati ala kadarnya.
Tak perlu disimpan di kantongnya, bisa aman dititipkan di mana-mana dan tak
terlacak oleh hukum. Semua hartanya sudah dialihnamakan, sehingga tak tertera
namanya sebagai pemilik tunggal. Senangkan rakyat dikibuli hidup-hidup.
Di sisi lain, terdapat riwayat oknum
wakil rakyat tak bergeming ketika diiming-imingi atau disuap 1.000 dolar. Kalau
ini pasalnya lain. Mewakili wakil rakyat yang bernasib sama tapi beda maka
dapat ditarik dua kesimpulan. Pertama, dengan uang 1.000 dolar hanya akan jadi
slilit. Maunya yang bisa masuk perut dan mengenyangkan. Atau minimal sudah bisa
membasahi kerongkongan. Kemungkinan kedua, 1.000 dolar hanya secuil kecil dari
hasil yang akan diraup si penyuap. Alasannya cukup masuk akal yaitu untuk
mendapatkan ikan besar maka umpannya harus memadai. Artinya yang diharapkan
adalah kucuran bukan hanya sekedar tetesan belaka. Apalagi si penyuap sudah
berklas dolar, bisa diangankan omzetnya. Riwayat 1.000 dolar tadi memberi
peringatan kepada para calon penyuap untuk memperhatikan asas keseimbangan
suap-menyuap.
Penulis tidak mengingatkan bahwa
sudah ada dua tatacara dan tatatertib suap-menyuap yang baku dan paten. Diawali
dengan suapan harus sekaligus, terasa, gede, jangan tanggung-tanggung dan
nantinya segala urusan akan tahu sama tahu. Atau model kedua yaitu takaran suap
boleh seadanya asal rutin, nyaman, aman dan bisa diharapkan, dirasakan dan
ditebak kehadirannya.
Riwayat terakhir, yang masih membara
yaitu perilaku oknum AT (Ketua Wakil Rakyat) selaku terpidana. Selain memperagakan
kekebalan hukumnya juga unjuk gigi atas kualitas/klas kebal suap. Kebal suap
dalam konotasi menghadapi kenyataan tetap ikhlas dan rela bertengger di kursi
kepemimpinan (termasuk PGK). Kebal hukum dan kebal suap ibarat badan dicolek,
bagi yang peka akan terasa, tetapi bagi yang kebal tak terasa. Itu prinsip
perbedaan maupun persamaannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar