Halaman

Kamis, 06 Februari 2014

Industri politik dan KKN Gotong Royong



Kamis, 18/03/2004 08:36

INDUSTRI POLITIK dan KKN GOTONG ROYONG
Politik memang binatang yang tampak luarnya menjijikan (tetapi menjanjikan) dengan tampang sangar nan hingar-bingar, namun banyak orang ingin terjun ke dalamnya. Apalagi menjadi “binatang� pemangsa segala yang tak pilih menu. Politik yang partai politik pasca Reformasi babak akhir sedemikian membabi buta dalam melahap segala urusan dan jurusan. Sang reformis - terlebih jebolan Orde Baru - mungkin semangkin tak lebih baik daripada kroninya Bapak Pembangunan.

Di zaman Orla politik dijadikan panglima. Di era Orba jika pergerakan politik tidak mengharumkan Cendana akan dibabat tuntas sampai cindil abang. Bahkan bom rakitan amatiran yang tersimpan rapi di rumah susun pun bisa diendus aparat keamanan. Lain cerita di fragmen Reformasi, begitu bom meledak maka aparat keamanan (sesuai pesanan) sudah tahu siapa biang keladinya. Politik sebagai pasangan dari ekonomi, bak sebuah mata uang. Menurut skala dan teori apa pun ekonomi NKRI sudah sedemikian terpuruk dan ambruk. Beda dengan politik yang sedang mengalami masa pertumbuhan, sedang nanjak ke puncak. Politisi lokal sampai yang regional, pakai gigi 4-5 untuk bisa saling menyalip dan melanggar. Mereka membutuhkan gizi tinggi. Jangan heran kalau politik NKRI memang high cost. KKN yang dibidani Bapak Pembangunan akhirnya merata menjadi ajang permainan bersama, menjadi KKN gotong royong. Tak ada moncong ekor pun jadi (memang banyak pengekor) asal masuk barisan.

Politik luar negeri NKRI memang mandul dan tumpul. Bahkan urusan TKI pun kita sering kedodoran sehingga pemerintah tinggal cuci tangan. Jadi untuk pemerintahan ke depan, pasca Pemilu 2004, diperlukan penyelenggara negara yang kuat luar dalam.

Diperlukan politikus dan negarawan yang punya nyali untuk berlaga di kancah internasional. Jangan sampai politikus kambuhan, politisi gadungan atau kawanan politikus yang mendirikan parpol karena takut miskin dan takut lapar menjajah nusantara. Politik kembali modal cukup sebagai pelajaran, politik balas jasa jangan terulang dalam menyusun kabinet. Di dunia politik memang tidak ada jaminan. Apalagi kalau moral dijadikan patokan. Semua bisa berubah dan kembali lagi. Pagi kawan siang bisa jadi lawan. Sore jadi sekutu malam bisa jadi seteru. (hn)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar