Perjuangan Cinta Lelaki Mencari Calon Ibu Untuk Anaknya
oleh : Herwin Nur
Misteri Hidup
Pasangan suami isteri (pasutri)
sudah sekian tahun tidak dikaruniai keturunan, ada yang pasrah merasa belum
dipercaya Allah, karena anak adalah amanah, anak sebagai titipan Allah. Pasutri
melihat dirinya belum layak menerima titipan dari-Nya. Banyak pasutri yang
secara profesi, finansial, maupun fasilitas fisik siap dan layak mempunyai
momongan.
Kalau seorang lelaki dalam
kategori layak dan siap nikah, tetapi belum menemukan pasangan hidupnya, apakah
Allah belum mempercayainya? Atau apakah ybs belum percaya diri dan yakin untuk
memilah dan memilih siapa calon pendamping hidupnya! Ataukah karena banyak
pilihan, ataukah karena faktor lain yang bersifat khusus pribadi.
Islam tidak mengenal istilah
terlambat nikah, Islam bahkan tidak “merestui” faham : gagal adalah kesuksesan
yang tertunda. Sebagai lelaki wajib usaha mencari jodoh, kalau perlu seperti
menuntut ilmu, kemanapun dikejar. Kalau sudah jodoh hendak ke mana, dekat tidak
terlihat, jauh segala upaya ditempuh.
Tidak salah kaum Adam mengacu
petuah sederhana orang tua zaman doeloe :
“Kalau mau jodoh yang baik, harus jadi orang yang baik”. Terdapat dua kata
kunci yaitu jodoh dan orang baik.
Rumusan “jodoh” sudah
diformulasikan dalam primbon Jawa berisikan perhitungan memilih calon pasangan. Berangkat dari batasan : mencari
‘bojo’(suami/istri) itu mudah, tetapi memilih ‘jodho’(jodoh) itu susah,
perlu pertimbangan, perhitungan dan penalaran yang cermat. Formulasi babat,
bibit, bobot, bebet acap menjadi acuan untuk memilah dan memilih calon jodoh.
Jodoh wajib diminta dari-Nya, dengan doa dan ikhtiar.
Rumusan
“orang baik” dalam tataran dan tatanan suku Jawa, diwarnai oleh budi pekerti. Memahami
rambu-rambu “becik ketitik, olo ketoro” (yang baik maupun yang jahat pasti akan terungkap juga) sebagai rangkaian
proses menuju dan menjadi orang baik. Islam menggariskan bahwa orang baik
terkait dengan akhlak.
Langkah Relijius
Lelaki dengan modal ijazah SMA berani
mencari kerja, berani nikah, berani menumpang hidup di rumah orang tua atau
berani tinggal di pondok mertua indah. Lelaki pemberani ini bisa masuk kuadran “dengan ijazah SMA bekerja, berharap
anaknya lulus SMA sudah cukup”. Seolah
hidup hanya meng-copy paste dirinya ke anaknya. Tidak ada salahnya,
seperti anak tentara menjadi tentara. Masalah bangsa muncul, jika anak petani
tidak meneruskan tradisi jadi petani, memilih profesi lain yang nampak lebih menjanjikan.
Menghadapi persaingan hidup,
banyak lelaki melakoni perjalanan hidupnya didominasi kegiatan menimba ilmu, melatih
kepekaan terhadap lingkungan, mengikuti berbagai kegiatan sosial dan organisasi,
melakukan interaksi sosial untuk bekal hidup, sambil mencari lawan jenis.
Lelaki mencari rezeki sampai
meninggalkan rumah, jauh dari orang tua, bahkan pindah kota. Atau cukup
berkutat di sekitar lingkungan, asal makan tidak makan yang penting kumpul.
Lelaki pemberani bekerja, dengan hasil untuk menghidupi dirinya sendiri saja
pas-pasan apalagi membantu orang tua atau menopang ekonomi keluarga.
Perjuangan hidup lelaki dimulai
ketika dia “dengan kapak mencari kayu bakar di hutan untuk dijual”, dengan
modal ilmu dan nama baik, sambil melirik mencari calon pasangan hidup. Jodoh
memang harus dikejar, diusahakan dengan berbagi kiat, wajib diminta kepada-Nya,
sambil berikhtiar tetap di koridor ‘orang baik’. Kehidupan kerja dibarengi
berbagai tantangan karena sudah mempunyai penghasilan, bisa melenakan.
Ketetapan Allah
Perjuangan cinta lelaki tak akan
pernah berakhir, ketika Allah mengkabulkan perjuangannya, akan memasuki babakan
selanjutnya.
Lelaki jangan lupa dengan asas
ber-rumah tangga, membentuk keluarga islami, menyiapkan keturunan yang tidak sekedar sebagai penerus silsilah, tetapi
sebagai generasi masa depan dalam prespektif Islam, bahkan sebagai investasi
akhirat. Perjalanan hidup dan masa depan anak diwarnai oleh akumulasi, gabungan
maupun resultan dari emosi dan karakter ibu bapaknya.
-----------------
Tidak ada komentar:
Posting Komentar