Halaman

Selasa, 25 Februari 2014

BESAR PASAK DARIPADA TIANG

Senin, 11/07/2011 11:33

Mencari nafkah, rezeki menjadi abdi masyarakat, abdi negara, aparatur negara yang dikemas dalam PNS (PNS Pusat maupun PNS Daerah) menurut hukum negara dan agama adalah sah dan tidak diharamkan. Sebagai PNS mengantongi 17 kewajiban dan 15 larangan serta hukum disiplin yang cukup rinci (lihat PP 53/2010 tentang Disiplin PNS). Gaji tetap dan naik secara berkala plus gaji ke 13 serta adanya uang pensiun menjadi daya tarik orang memilih jadi PNS sebagai mata pencaharian.

Pemerintah terus meningkatkan anggaran belanja pegawai dari tahun ke tahun dalam lima tahun ini. Bahkan, belanja pegawai pemerintah pusat terus meningkat dari Rp 54,254 triliun (2005) menjadi Rp 180,824 triliun (2011). Peningkatan ini karena ada remunerasi dan berbagai bonus bagi PNS. Namun bagi pemerintah provinsi, maupun pemerintah kabupaten/kota akibat dari pemekaran wilayah mempunya segudang masalah dalam hal kinerja SDM dan birokrasi. Pemekaran wilayah merupakan keputusan dan kepentingan politik, kendati PNS wajib netral, dalam prakteknya mempunyai daya dukung bahkan ambisius. Infus Rp ke PNS, misal dalam bentuk remunerasi atas nama reformasi birokrasi, bukan jaminan PNS bebas KKN.

Hukum alam ekonomi yaitu semakin besar pendapatan/penghasilan akan semakin banyak pengeluaran. Di lain pihak banyak birokrasi, khususnya di provinsi, kab/kota yang memanjakan PNS dengan tunjangan jabatan yang berkibat belanja pegawai >60% APBD. Organisasi yang gemuk menambah daya serap terhadap belanja pegawai, lamban dalam berakselerasi, serta tingkat kepekaan, kepedulian dan daya tanggap yang menurun. PNS Daerah bisa diibaratkan katak dalam tempurung atau dalam kondisi jelang bangkrut ibarat katak rebus. Kendati pajak digenjot, sumber PAD lainnya dikuras habis, tapi kalau hanya untuk bayar belanja pegawai jelas sebagai kemubaziran yang bahkan menggerogoti tiang negara. [HaeN].


Tidak ada komentar:

Posting Komentar