Halaman

Sabtu, 08 Februari 2014

DAMPAK DEBAT CAPRES



Senin, 17/02/2003 08:10
KOBARKAN SEMANGAT "AA GYM" : DAMPAK DEBAT CAPRES.
Pasca Orde Baru kebebasan berpolitik sedemikian marak, hanya dalam waktu tak kurang dari satu tahun 48 partai politik berani tampil dan siap menang di Pemilu 1999. Entah apa resepnya sehingga dari 3 parpol di Pemilu 1997 bisa berlipat 16 kalinya. Minimal bisa diasumsikan saat Pemilu 1999 sudah tersedia 48 kandidat "calon presiden" yang siap diorbitkan maupun dikarbitkan.

Karakter 3 presiden di era Reformasi tak bisa dibandingkan dengan karakter pemain sinetron maupun banyolan lokal NKRI. Menurut tatanan sebagai orang Timur yang semula "ora ilok didelok" akhirnya malah menjadi tontonan yang bernilai komersial dalam tayangan layar kaca. Untuk menaikkan peringkat, yang mistik dan misterius pun bisa direkam tayang. Kaum perempuan yang seharusnya diagungkan malah dijadikan ajang pelecehan, pelecetan bahkan plesetan jender dalam pariwara, sandiwara, hura-hura. Keberagaman watak dan atribut fisik yang mewarnai dunia hiburan kita terasa kurang lengkap tanpa hadirnya produk mancanegara, mulai dari Cina ngamuk dengan Kung Fu dan zombinya, goyang rengek besutan film India, telenofela picisan, sampai gejolak kawula muda bin Taiwan. Sampai-sampai para kritikus bingung menentukan norma yang akan dipakai sebagai dasar ulasan.

REVOLUSI DEBAT Debat akting, debat hafalan, debat fisik, debat improvisasi, debat mejeng, debat action, debat kusir sudah jamak sebagai bumbu dapurnya tayangan media massa. Orang tak perlu malu salah omong, keterlepasan kata, asal bunyi dan nyanyi, ucap sambil menguap, nyinyir bin nyindir, nerocos bin melengos yang penting setiap kata mempunyai makna. Jangan heran orang yang terjerat oleh suatu pasal hukum bisa bebas lolos oleh pasal yang lain. Orang yang disebut pandai karena bisa menggunakan mulutnya, orang yang pintar karena dapat memanfaatkan otaknya, orang yang cerdas karena sempat mendayagunakan waktunya, orang lihai karena mampu melihat peluang dan memanfaatkan kesempatan, orang relijius dan agamais karena memperhitungkan panggilan batin, sentuhan hati dan bisikan qolbu. Orang Indonesia baru bisa dikatakan telah mendarmabaktikan dirinya setelah berpartai politik. Orang berpolitik baru dikatakan berhasil bila sukses secara finasial. Seorang politikus memang mengandalkan mulutnya dalam berkarir, mulai ukuran dari untuk mencari simpati, dukungan; menarik dan menggalang massa. Terbukanya kran demokrasi mengakibatkan gerakan politik di NKRI membabi buta atau bak babi lepas dari pingitan, seruduk sana seruduk sini. Wacana sebagai "babi" cukup mendominasi sistem poitik, tepatnya babi = banyak bicara. Dilengkapi dengan pola kerahkan massa = kemas dalam mengintimidasi lawan. Kesimpulannya, dengan asas "kemas" merupakan nuansa politis yang sedang meninggi, menjelang Pemilu 2004. Tampilnya "calon presiden" di TPI selain membuktikan adanya orang yang ambisius juga sekaligus menampilkan berbagai aneka keborokannya. Apalagi oknum tersebut sudah dikenal luar dalam oleh rakyat.

WASPADAI MANUVER POLITIK Bagi parpol yang popularnya karena berbagai kasus, khususnya menyangkut fulus atau penyalahgunaan wewenang, bisa juga terutama karena jebolan Orde Baru akan melalukan berbagai cara untuk mencari simpati dan membangun empati. Mulai dari menyodorkan daftar calon presiden sebagai jajag opini masyarakat. Wacana yang digelar yang ujung-ujungnya hanya akan menampilkan ketua umumnya saja. Mengorbankan nama, dengan mengelus-elus tokoh publik yang sudah popular atau karena konteks primordial, sebagai cara untuk memuluskan dan meluruskan ambisi partai yang disetir oleh ambisi pribadi. Sadar politik rakyat sudah cukup mapan dan sudah bisa menentukan sistem "becik ketitik, olo ketoro". Para dedengkot parpol yang sering nongol di media massa sebagai acuan untuk semangkin disirik, semua tinggal tunggu tanggal mainnya.

Rakyat sudah jenuh atas tingkah polah, lagak lagu, gaya olah dan asal cuapnya para pemimpin bangsa. Kondisi inilah yang tidak diperhitungkan para pemimpin bangsa, bahwa mengandalkan pemeo "tak kenal maka tak sayang", justru paradigma rakyat sekarang adalah "semakin dikenal, semakin diobral akan semakin terlihat belangnya". Seperti dikatakan oleh anak SD bahwa Pemilu 2004 ibarat membeli kucing dalam karung, karungnya transparan, sehingga kelihatan mana yang kucing betulan, mana yang malu-malu kucing, mana kucing terpidana. Dalam akting para penguasa negara sudah sulit membedakan bahwa ini hanya aksi di depan kamera atau kejadian langsung sebenarnya. Silang kata dan adu kuasa para penguasa negara dalam menyikapi suatu kasus merupakan kentalnya ciri era Reformasi, selain ciri "babi kemas" yang telah diuraikan di atas. Sistem pemilu yang akan digoalkan dalam Undang-Undang sudah merupakan setengah kemengan bagi parpol tertentu dan separuh kekalahan bagi parpol lainnya. Bagi parpol penggembira bak menjaring ikan di air banjir. "Tak ada rotan, akar pun jadi" kata pepatah yang artinya "tak ada PAN, Golkar bukan apalagi PDI (maksudnya PDIP) termasuk sikaPPP !!!".

MENDONGKRAK APRIORI Sudah jadi wacana bahwa ketua umum parpol identik dengan kandidat calon presiden. Kalau parpol mencalonkan capres di luar ketua umumnya perlu diwaspadai. Tetapi ada juga untungnya, dengan adanya debat capres yang tak diikuti ketua umum parpol nantinya, khususnya pada putaran perdana, justru akan memperkuat apriori para pemilih. Rakyat pemilih bisa disihir dengan tampilnya tokoh-tokoh popular di luar barisan parpol, yang kredibilitasnya sudah dikenal rakyat. Momen ini yang akan dimanfaatkan berbagai parpol yang sudah memasuki "lampu kuning". Munculnya golongan putih bukan karena mereka tidak menggunakan hak pilihnya, tetapi justru karena akan menggunakan hak pilihnya sesuai fakta yang ada. Jangan sampai yang dipilih adalah parpol pecundang. Istilah "pejah gesang nderek bapak/ibu" sudah lapuk. Yang terjadi justru "berdiri paling depan di barisan pembela rakyat" dan akan ngacir duluan bila ada pertanggungjawaban moral. Agaknya Pemilu 2004 perlu dilakukan secara bertahap, tahap terakhir ketika diperoleh 2 pasang capres baru dilakukan pemilu babak akhir untuk menentukan capres terpilih. (hn).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar