Senin, 30/12/2002 08:39
Selama "tobil
anak kadal", selagi "bajul anak buaya" dan semasih "cemeng
anak kucing" maka wajah politik Indonesia, skala nasional, masih
didominasi oleh kerut-merut raut yang menggambarkan citra emosi labil nyaris
kekanak-kanakannya 225 partai politik (parpol). Ada per yang ada, kita kupas
perwajahan tersebut.
TRIDAYA
Seperti kata pepatah
"tak ada rotan akar pun jadi" itulah yang sedang dipikirkan,
diperjuangkan dan diperebutkan oleh parpol se Indonesia, baik parpol pemenang
Pemilu 1999, parpol yang belum kebagian kursi ataupun parpol bayi kemarin sore.
Belajar sambil berbuat merupakan basis praktek parpol dengan rambu-rambu
pengaman adalah selamatkan diri masing-masing. Paling tidak parpol memakai
ucapan Dr. Gunning yang dikutip Langeveld (1955) : "Praktek tanpa
teori adalah untuk orang idiot dan gila, sedangkan teori praktek hanya untuk
orang-orang jenius". Seperti di arena pertarungan bebas, maka
aturan yang dianut adalah "tak ada aturan". Siapa nekat akan dapat,
siapa lambat akan dibabat, siapa cepat akan disikat, siapa dekat akan dilaknat,
siapa dapat akan diembat.
PERSAMAAN DAN
PERBEDAAN
Secara historis tidak
ada perbedaan di antara 225 parpol. Baik secara landasan idiologis maupun
operasionalnya. Dalam persamaan terdapat perbedaan yang bersifat intensitas
atau kedalaman yaitu menyoal "mari Bung rebutan balung!". Semangat
1945 sudah luntur, semangat 1966 dicontohi oleh Bung Akbar Tandjung dengan
status terpidananya, semangat Reformasi sudah menjadi bagian terbelakang.
Semangat Orde Baru masih diwarisi secara terkendali, sistematis dan nyaris
sesuai skenario politik dan keamanan.
PEMURTADAN POLITIS
Serangan fajar dalam
Pemilu 2004 akan tetap menggebu, jauh tahun bagi rakyat Indonesia yang masuk
kategori pramiskin akan jadi sasaran empuk pemurtadan politis. Politik uang
akan dibagikan oleh Romo Sinterklas bersama si Hitam, selain iming-iming
duniawi lainnya. Hunian kaum papa, lokalisasi korban bencana alam, tampungan
pengungsi akan jadi incaran si Romo "Mo Romo ono maling alok maling".
TINGGAL PALAGAN
Menghadapi sesama
parpol bak pejuang mengusir penjajah di zaman revolusi. Semua bereaksi dan
beraksi dengan mulus karena fulus. Banyak pengusaha jadi rebutan parpol,
dielus-elus untuk jadi juru bayar. Banyak orang bijak diajak mendongkrak pamor.
Jauh semangkin jauh, para pemuka parpol saling unjuk muka, menjauhi palagan
sebenarnya. Keuntungan tak terduga, tahun 2003 akan memperlihatkan siapa yang
belang tiga, mana yang bermuka dua, pihak mana yang membakar dalam lipatan,
golongan siapa yang menohok lawan politik sejenis. Yang sangat perlu diwaspadai
adalah adanya pemurtadan politis. (hn).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar