Parpol Tanpa Capres Mengkhianati Kepercayaan Rakyat
oleh : H e r w i n N u r
Hukum Dagang
Singkat kata, jika ada niat partai politik (parpol) untuk mengumumkan
kepada publik siapa calon presiden (capres) menunggu hasil pemilu 9 April 2014,
sebagai bukti buta hukum, tepatnya tidak memahami Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). Disuratkan dalam Pasal 6A, ayat (2)
UUD 1945 :
(2) Pasangan
calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan
partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum.
Calon pemilih maupun
loyalis parpol akan menggunakan hak pilihnya di pemilu yang dilaksanakan pada
tanggal 9 April 2014, karena melihat siapa orang yang menjadi pasangan calon
presiden dan calon wakil presidennya, baru memilih parpolnya.
Artinya, seperti
menghitung mundur dari siapa capres/cawapres baru memilih parpolnya. Caleg dari
parpol pengusungnya akan diuntungkan, khususnya yang mempunyai nomer urut dalam
bilangan jari tangan kanan.
Celakanya, jika
parpol hanya memahami dan berpegang teguh pada Pasal 9 UU 42/2008 tentang
“PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN” :
Pasal 9
Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau
Gabungan Partai Politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan
kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau
memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah nasional dalam Pemilu
anggota DPR, sebelum pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.
Nyatanya, masih ada
parpol yang buta UUD 1945 dan hanya patuh UU 42/2008.
Lelucon Politik
Partai Demokrat mengakui banyak wacana yang menginginkan duet Megawati
Soekarnoputri dan Pramono Edhie Wibowosebagai capres-cawapres di Pilpres 2014.
Menyikapi hal ini, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) pun belum bisa
memutuskan dan menunggu hasil pemilu legislatif terlebih dahulu.
Menurut Wasekjen PDI-P Eriko Soratduga, soal capres dan cawapres yang akan
diusung oleh PDI-P masih akan ditentukan setelah hasil pemilu legislatif
diketahui. Hal ini juga sudah tertuang dalam aturan PDI-P yang menyatakan bahwa
penentuan pasangan capres ada di tangan Megawati.
Meskipun saat ini Demokrat sedang mencari capres dalam pagelaran Konvensi,
pengusungan Pramono Edhie yang juga ikut sebagai peserta konvensi untuk diusung
sebagai cawapres Megawati mungkin saja terjadi, menurut Ramadhan Pohan selaku
Wasekjen Demokrat, hal itu tergantung dinamika setelah pemilu legislatif. (cuplikan
dari sumber : http://www.merdeka.com/politik/muncul-wacana-mega-pramono-edhie-pdip-bilang-tunggu-dulu.html, tertanggal Selasa, 4 Februari 2014 11:44).
Secara awam pembaca bisa membaca bahwa PD dan PDI-P melakukan bentuk
pengkhianatan terhadap kepercayaan rakyat yang memilih caleg dari parpolnya.
Secara sadar koalisis PD dan PDI-P sekedar berharap memperoleh
kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau
memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah nasional dalam Pemilu
anggota DPR, sehingga bisa mencalonkan presiden dan wakil presiden.
Dosa Ganda
Pembaca tahu, tidak hanya PD dan PDI-P
yang bertingkah sama, buta UUD 1945. Apakah karena kedua parpol ini tidak diisi
oleh negarawan, atau minimal tidak mempunyai kader yang melek hukum, bukan
urusan pembaca.
Parpol Islam atau parpol yang berlabel
Islam agaknya juga setali tiga uang, bahkan lebih runyam. Kalau ada nama yang
dicanangkan sebagai bakal capres, sekedar
mengandalkan popularitas. Sekedar menyenangkan rakyat, agar wong cilik merasa
terwakili. Selebihnya malah mengaduk-aduk emosi rakyat, bisa berbuah antipati.
Parpol Islam maupun koalisinya, jika
tidak menetapkan pasangan calon presiden dan wakil presiden sebelum pemilu 9
April 2014, bukan sekedar mengkhianati kepercayaan rakyat. Lebih dari itu !!!
-----------------
Tidak ada komentar:
Posting Komentar