Halaman

Kamis, 06 Februari 2014

Parpol Tanpa Capres Mengkhianati Kepercayaan Rakyat



Parpol Tanpa Capres Mengkhianati Kepercayaan Rakyat
oleh : H e r w i n  N u r

Hukum Dagang
Singkat kata, jika ada niat partai politik (parpol) untuk mengumumkan kepada publik siapa calon presiden (capres) menunggu hasil pemilu 9 April 2014, sebagai bukti buta hukum, tepatnya tidak memahami Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). Disuratkan dalam Pasal 6A, ayat (2) UUD 1945 :
(2)      Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum.

Calon pemilih maupun loyalis parpol akan menggunakan hak pilihnya di pemilu yang dilaksanakan pada tanggal 9 April 2014, karena melihat siapa orang yang menjadi pasangan calon presiden dan calon wakil presidennya, baru memilih parpolnya.

Artinya, seperti menghitung mundur dari siapa capres/cawapres baru memilih parpolnya. Caleg dari parpol pengusungnya akan diuntungkan, khususnya yang mempunyai nomer urut dalam bilangan jari tangan kanan.

Celakanya, jika parpol hanya memahami dan berpegang teguh pada Pasal 9 UU 42/2008 tentang “PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN” :
Pasal 9
Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah nasional dalam Pemilu anggota DPR, sebelum pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.

Nyatanya, masih ada parpol yang buta UUD 1945 dan hanya patuh UU 42/2008.
Lelucon Politik
Partai Demokrat mengakui banyak wacana yang menginginkan duet Megawati Soekarnoputri dan Pramono Edhie Wibowosebagai capres-cawapres di Pilpres 2014. Menyikapi hal ini, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) pun belum bisa memutuskan dan menunggu hasil pemilu legislatif terlebih dahulu.

Menurut Wasekjen PDI-P Eriko Soratduga, soal capres dan cawapres yang akan diusung oleh PDI-P masih akan ditentukan setelah hasil pemilu legislatif diketahui. Hal ini juga sudah tertuang dalam aturan PDI-P yang menyatakan bahwa penentuan pasangan capres ada di tangan Megawati.

Meskipun saat ini Demokrat sedang mencari capres dalam pagelaran Konvensi, pengusungan Pramono Edhie yang juga ikut sebagai peserta konvensi untuk diusung sebagai cawapres Megawati mungkin saja terjadi, menurut Ramadhan Pohan selaku Wasekjen Demokrat, hal itu tergantung dinamika setelah pemilu legislatif. (cuplikan dari sumber : http://www.merdeka.com/politik/muncul-wacana-mega-pramono-edhie-pdip-bilang-tunggu-dulu.html,  tertanggal Selasa, 4 Februari 2014 11:44).

Secara awam pembaca bisa membaca bahwa PD dan PDI-P melakukan bentuk pengkhianatan terhadap kepercayaan rakyat yang memilih caleg dari parpolnya.

Secara sadar koalisis PD dan PDI-P sekedar berharap memperoleh kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah nasional dalam Pemilu anggota DPR, sehingga bisa mencalonkan presiden dan wakil presiden.

Dosa Ganda
Pembaca tahu, tidak hanya PD dan PDI-P yang bertingkah sama, buta UUD 1945. Apakah karena kedua parpol ini tidak diisi oleh negarawan, atau minimal tidak mempunyai kader yang melek hukum, bukan urusan pembaca.

Parpol Islam atau parpol yang berlabel Islam agaknya juga setali tiga uang, bahkan lebih runyam. Kalau ada nama yang dicanangkan sebagai bakal capres,  sekedar mengandalkan popularitas. Sekedar menyenangkan rakyat, agar wong cilik merasa terwakili. Selebihnya malah mengaduk-aduk emosi rakyat, bisa berbuah antipati.

Parpol Islam maupun koalisinya, jika tidak menetapkan pasangan calon presiden dan wakil presiden sebelum pemilu 9 April 2014, bukan sekedar mengkhianati kepercayaan rakyat. Lebih dari itu !!!


-----------------









Tidak ada komentar:

Posting Komentar