Halaman

Senin, 09 Maret 2015

standar ganda aparat penegak hukum

Standar Ganda Aparat Penegak Hukum


Dukungan Undang-Undang
Undang-Undang RI nomor 2 tahun 2002 Pasal 2, mengamanatkan : “Fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.”

Perjalanan sejarah polisi mengalami pasang surut. Ditengarai antara lain adanya penyebutan ‘polisi tidur’ bagi gundukan melintang di jalan agar pengguna jalan ingat keselamatan bersama. Jargon ‘priit jigo’ pernah ngetop. Pasal tilang, damai di tempat, rambu jebakan, polisi cepek, lapor kehilangan kambing ke polisi malah kehilangan kerbau, no money no action, menjadi menu harian.

Di pihak lain, jalannya roda pemerintahan negara didominasi kepentingan partai politik. Bahasa politik mendominasi bahasa bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Bahkan di periode 2014-2019 pelaku presiden adalah petugas partai, tepatnya kurir PDI-P. Artinya, bandar partai sebagai dalang jalannya pemerintahan negara selama lima tahun. Komplit sudahlah bahwa trias politica (eksekutif, legislatif, dan yudikattif) memang fungsi partai politik.

Posisi polisi sangat dilematis, bak makan buah simalakama. Memihak pemerintahan negara atau penguasa dalam arti luas, berarti polisi yang berasal dari rakyat, untuk rakyat, oleh rakyat, digaji dan dapat tunjangan dari uang rakyat, akan berhadapan dengan rakyat. Polisi punya akal akan mendatangkan polisi dari suku/daerah lain. Memihak rakyat, sama artinya polisi akan kehilangan sumber tambahan tunjangan secara resmi. Bahkan bisa menimbulkan konflik internal di tubuh kepolisian

Rasa Percaya
Hubungan Polri dengan masyarakat masih masuk katagori ‘baik-baik saja’. Peran Polri tergantung siapa yang memberikan peran. Secara yuridis formal, penguasa atau pemerintah yang mengatur peran Polri. Prakteknya, penguasa bisa datang dari pemodal, pengusaha atau penyandang dana.

Dalam rangka menghadirkan negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara, disusun 10 sub agenda  (2015-2019) yang masing-masing diuraikan dengan merumuskan sasaran, arah kebijakan dan strategi. Dari sepuluh sub agenda tersebut, nomer 9 adalah : Membangun Polri yang Professional. Sasaran yang ingin dicapai adalah terwujudnya Polri yang profesional guna meningkatkan kepercayaan publik terhadap Polri.

Kepercayaan merupakan modal penting dalam membangun kemitraan antara masyarakat dan Polri. Melalui upaya peningkatan profesionalisme anggotanya dengan fokus pada orientasi pelayanan publik, Polri akan dapat tumbuh menjadi institusi yang disegani dan dipercaya oleh masyarakat.

Dukungan masyarakat terhadap Polri menjadi lebih sulit lagi didapatkan ketika citra yang tertanam di benak publik adalah yang negatif yang pada gilirannya akan menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi Polri. Ketidakpercayaan terhadap polisi terlihat dari banyaknya aksi penyerangan terhadap markas dan anggota Polri.

International Crisis Group (ICG) mencatat sejak Agustus 2010 - Februari 2012 terdapat 40 aksi penyerangan terhadap markas dan anggota Polisi. Hal ini merupakan salah satu bukti bahwa pemolisian masyarakat (Polmas) belum berjalan secara optimal. Fakta ini juga didukung oleh masih tingginya pelanggaran anggota Polri meskipun kecederungannya semakin menurun. Dalam kurun waktu tahun 2009 – Juni 2013 sebanyak 79.984 anggota melanggar tata tertib, 25.512 anggota melanggar disiplin, 2.749 anggota melakukan pidana, 2.001 anggota melakukan pelanggaran etika profesi, dan 1.442 anggota diberhentikan dengan tidak hormat.

Bahkan hasil survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada 2013 menunjukkan bahwa lebih dari 50% responden yang disurvei menyatakan tidak puas dengan penegakan hukum dan hampir 50% responden tidak percaya polisi dapat bersikap adil. Risiko ketidakpercayaan masyarakat terhadap polisi dapat berujung pada ketidakpercayaan terhadap pemerintah, pelanggaran hukum, serta main hakim sendiri. (sumber : RKP 2015, Buku II Prioritas Pembangunan Bidang, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional 2014)

Polisi ahli
Menghadapi rakyat yang mempertahankan hak atas lahannya, polisi kelihatan gagah dan berani mati.
Menghadapi aksi teroris buatan dan rekayasa pihak tertentu, polisi kelihatan ahli bongkar kasus.
Menghadapi  aksi unjuk rasa dan unjuk raga di jalanan, polisi kelihatan dapat diandalkan dalam hal main gebuk dan main tembak.
Menghadapi gerakan disintegrasi dari kaum separatis Papua, polisi kelihatan nyali dan watak aslinya ………

Mencegah Korupsi
Wacana akan diterbitkannya Instruksi Presiden (inpres) berbasis pencegahan korupsi, untuk mempererat kerja sama Komisi Pemberantasan Korupsi, Kepolisian RI, dan Kejaksaan Agung dalam memerangi korupsi serta yang harus dilakukan kementerian dan lembaga. Inpres ini bukan sebagai penghalusan makna pemberantasan korupsi, semakin membuktikan dominasi bahasa dan ragam politik. Jangan diartikan bahwa kasus Cicak vs Buaya akan semakin terstruktur, masif dan berkelanjutan. 


Angin politik Nusantara menjadikan pemilik syah rekening gendut bisa di atas angin. Mem-pasal-kan Polri, ibarat meludah ke atas. Peraturan yang harus ditaati masyarakat adalah : Pertama, Polri sebagai aparat penegak hukum, tak mungkin akan melanggar hukum dengan sadar dan apalagi berjamaah. Kedua, jika oknum Polri melanggar hukum, lihat aturan pertama.[HaeN].

Tidak ada komentar:

Posting Komentar