Ideologi Rp, Faktor Penyubur Korupsi
Ternyata dan
nyatanya, ada korelasi positif antara tipikor di Nusantara dengan banyaknya
partai politik (parpol) yang berkuasa. Pesta demokrasi lima tahun sekali,
menjadi alasan untuk mendirikan parpol baru. Caleg pemula, memanfaatkan
munculnya parpol baru. Atau caleg sudah satu periode, membaca situasi, tak akan
mungkin berlanjut. Tanpa ragu, tanpa sungkan, tanpa malu, tanpa risi, menyodorkan
dirin mendukung deklarasi parpol baru.
Modal belum
kembali menjadi alasan kuat, dalih utama, kiat pertama, wakil rakyat maju lagi
di periode berikutnya. Atau di tengah jalan, maju ikut pilkada. Ironisnya,
beberapa oknum kepala daerah, mangkir di tengah jalan, ikut pilkada di negara
tetangga.
Pengalaman
RI-1 ke 2, bapak pembangunan nasional Soeharto, dengan gemilang, cemerlang dan
gamblang menjadikan Golongan Karya menjadikan kendaraan politik. 6 kali pemilu di
zaman Orba, atas kehendak rakyat, Golkar mengantar Soeharto jadi RI-1 sampai lengser
keprabon 21 Mei 1998.
Di era
Reformasi periode 2014-2019, semakin banyak kawanan parpolis ahli membuat
penyataan, tanpa kerja nyata. Terlebih yang mempunyai media massa, sering mematut diri jadi penguasa negara. Kondisi
politik semakin jauh dari kutub bahwa negarawan dibuktikan dengan kerja nyata.
Oknum ketua
umum parpol yang ingin menjabat kedua kalinya, melalui mekanisme apa pun secara
internal, malah semakin membuktikan adanya ideologi Rp. Akhirnya, Nusantara
dikuasai oleh penguasa negara yang berorientasi pada Rp. [HaeN] 25 maret
2015.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar