Halaman

Sabtu, 28 Maret 2015

Allah menyukai hal kecil

Allah Menyukai Hal Kecil

Panjang Angan-Angan
Wajar, kalau kita terjebak nuansa panjang angan-angan, entah karena tekanan kondisi nyata atau acap melihat ke atas. Jangan lupa, bahwa pembalasan itu sesuai dengan perbuatan bukan menurut angan-angan, tersurat dalam [QS An Nisaa'   (4) : 123] : "(Pahala dari Allah) itu bukanlah menurut angan-anganmu yang kosong dan tidak (pula) menurut angan-angan Ahli Kitab. Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu dan ia tidak mendapat pelindung dan tidak (pula) penolong baginya selain dari Allah.”

Ironis, jika sejarah kita hanya dihiasi tumpukan kosong angan-angan dan cita-cita yang semakin jauh dari kenyataan. Salahkah jika bercita-cita tinggi, bahkan dengan cita-cita yang dinamis. Kita wajib bersyukur dengan apa yang bisa kita nikmati, namun jangan ridha dengan sesuatu dalam dekapan yang masuk kategori biasa-biasa saja, ala kadarnya, atau dalam prinsip daripada tidak ada. Kita wajib bercita-cita tinggi, sebagaimana sabda Rasulullah SAW : “Sesungguhnya Allah menyukai permasalahan yang tinggi-tinggi dan mulia dan Allah membenci yang biasa-biasa.” [HR Thabrani]

Permasalahan yang tinggi-tinggi dan mulia’, bukan berarti terjun langsung mengurus negara, menjadi wakil rakyat atau sesuatu profesi yang formal dalam skala nasional. ‘Yang biasa-biasa’, perlu juga kita renungi bersama, artinya jangan sampai malah kita ragu dan takut melakukan pekerjaan yang masuk kategori ‘biasa-biasa saja’.

Duri Di Jalan
Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda : “Iman itu mempunyai tujuh puluh atau enam puluh lebih cabang, yang paling utama adalah ucapan Laa Ilaaha IIIallaah (tiada Tuhan selain Allah SWT) dan yang paling rendah adalah menyingkirkan duri dari jalan. Sedangkan malu adalah cabang dari iman.” (HR Bukhari dan Muslim).

‘Menyingkirkan duri dari jalan’, memang pekerjaan fisik yang sederhana dan tidak menguras energi, kelihatannya remeh, tetapi Islam menempatkannya dalam cabang keimanan. Amal anggota badan berdampak tidak kecil, bermakna besar, kemanfaatannya tidak bisa diukur, serta efeknya bergulir.

Selain amal anggota badan, amalan hati dan amalan lisan, jika dilakukan dengan ikhlas, sabar, rutin bisa menggerakkan dan menambah tabungan amal.

Interaksi Sosial
Manusia wajib mempunyai rencana untuk masa depannya, menentukan tahapan dalam mewujudkan dan menghidupkan angan-angannya. Niat mengawali dan merealisasikan rencana hidup dengan ucapkan Insya Allah. Hidup  ini memang harus direncanakan, bukan seperti air mengalir. Bahkan manusia wajib berharap untuk hari esok, atau bahkan untuk masa depannya di dunia dan akhirat, sesuai terjemahan [QS Al Baqarah (2) : 201] : “Dan di antara mereka ada orang yang berdoa: "Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka".

Manusia sebagai makhluk sosial, dalam melakukan interaksi sosial, sebaiknya mengikuti praktek akhlak mulia Rasulullah dengan tersenyum. Jika berpapasan dengan siapa saja, sebagai rasa peduli, kita usahakan tersenyum.  Saat berbicara kita layak tersenyum kepada lawan bicara. Rasulullah SAW bersabda: “Senyummu terhadap wajah saudaramu adalah sedekah” (HR Tirmidzi).

Modal menggerakkan otot wajah dan bibir, membentuk mulut tersenyum, masuk kategori bersedekah. Tersenyum sebagai hak kecil, jika berat melakukan atau terpaksa melakukan, minimal janganlah bermuka tidak bersahabat kepada orang lain. Sekedar pasang muka cerah, sudah dihitung kebaikan dalam Islam. Dengan senyum dan muka cerah bisa mengundang respon positif, bisa meredakan bahkan meredam amarah orang kepada kita [HaeN].




Tidak ada komentar:

Posting Komentar