AYO KORUPSI
Selasa, 29/08/2006 10:33
AYO KORUPSI
Walau mungkin sudah
ketinggalan zaman, utawa karena ada pergerakan dan perulangan zaman, korupsi di
NKRI sudah menjadi sejarah tetap kehidupan bermartabat dan berdaulat. Pelakunya
tak perlu punya bulu, minimal urat malu bahkan harus sudah beku, sudah jadi
fosil berukir. Kalau ingin lepas dari jebakan dan jerat pasal hukum, korupsi
harus dilakukan secara rombongan (agar tanggung rentengnya bisa sebagai
tameng), terorganisir (ada yang siap jadi kambing hitam), terkoordinir (agar
semua terpercik lumpur panas), tertib (sesuai prosedur baku) ..... pokoknya
berkorupsi ada rukunnya.
Rukunnya merupakan
sisi luar dari penghayatan dan pengamalan Pancasila sampai ke akar-akarnya.
Akhirnya, perjalanan korupsi menjadi doktrin yang diagungkan bak jimat penyelamat
jabatan. Ajaran ayo korpsi bisa dijabarkan sebagai indoktrinasi turun-temurun
antar orde. Korupsi sebagai benang merah antar generasi. Korupsi ala NKRI
bersifat dinamis, bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan. Surat keterangan
bebas korupsi sebagai persyaratan umum untuk bekerja, untuk melamar pernikahan,
mendapatkan SIM, menuntut ilmu atau promosi sulit diperoleh.
Bahkan ironis, bagi
yang belum pernah korupsi sekecil apapun dianggap kinerjanya jeblok bin go
block. Keberhasilan seseorang, di dunia bisnis, militer, birokrasi sampai
urusan tetek-bengek karena perjalanan karirnya diwarnai dengan perilaku
korupsi. Baik sebagai inspirator maupun eksekutor. Secara sadar dan naluriah
kita melakukan korupsi dari tingkatan yang paling sederhana. Kita bisa bangun
pagi, karena memperpanjang kenikmatan mimpi, nyenyak diperpanjang sampai
matahari berkibar. Alasannya tidur cukup larut malam, karena memanfaatkan waktu
sisa jelang tengah malam. Begitu rutin dan menerus akhirnya kita tak bisa
membedakan mana rekayasa mana murni kecelakaan.
Model korupsi di NKRI
sangat bervariasi dan beragam. Mulai skala lokal sampai skala nasional. Mulai
dari figuran sampai sutradara di belakang jeruji besi. Perlakuan hukum atas
koruptor yang masuk kategori terpidana dikatakan malah memuliakannya. Beda
dengan tindak kriminal lainnya yang karena setoran utawa upetinya tidak layak,
tidak sesuai dengan standar jual beli perkara. (hn)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar