Halaman

Jumat, 27 Maret 2015

korupsi lintas generasi

KORUPSI LINTAS GENERASI
Rabu, 03/12/2008 01:43
KORUPSI LINTAS GENERASI

Bisa saja terjadi, anak sekarang cita-citanya jadi koruptor. Menurut pandangan mereka, para koruptor umumnya dari kalangan orang terhormat, terpandang, kaya, punya jabatan, sering nongol di TV, jadi pembiacaraan dan pemberitaan media cetak. Dengan fantasi dan daya imaji anak-anak, mereka anggap bahwa koruptor itu bukan penjahat.

Maling jemuran ketangkap basah oleh masyarakat, dihakimi secara masal, itu baru penjahat.
Copet di angkot kepergok oleh korbannya, babak belur, bonyok dihadiahi bogem mentah, itu baru penjahat.
Rampok di rumah juragan sembako, dikeroyok satu kampung, tewas ditempat tanpa meninggalkan pesan terakhir, itu baru penjahat.
Penodong yang tak mempan dibacok, dibekuk, ditembak polisi, akhirnya kebahisan nyawa dalam perjalan menuju rumah makan, itu baru penjahat.
Jambret sial, dikejar penduduk melarikan diri dengan menceburkan diri ke empang, tak muncul-muncul kecuali arwahnya, itu baru penjahat.
Preman jalanan yang sering memeras pedagang kaki lima, mabuk, tewas diseruduk truk tinja, mayatnya tak ada yang mengakui, itu baru penjahat.
Pembunuh yang memutilasi korbannya menjadi berkerat-kerat, mati ketakutan sebelum dihukum mati, itu baru penjahat.
Pemalak anak sekolahan dengan dalih untuk makan, gosong tersengat listrik dan tawon saat sedang beroperasi, tanpa identitas yang jelas kecuali jenis kelamin, itu baru penjahat.
Perompak merompak kapal importir pakaian bekas, kebahisan bahan bakar di tengah laut, tenggelam mati pelan-pelan, itu baru penjahat.
Begal yang merampas motor tukang ojek, kabur nabrak kereta api yang sedang langsir, motor selamat begalnya kiamat, itu baru penjahat. 

Duduk perkara, bahwa yang jadi korban tipikor adalah bukan orang tetapi negara, mana anak-anak tahu. Memang koruptor tidak meresahkan masyarakat, koruptor tidak menghantui anak-anak, koruptor tidak menakuti anak-anak, koruptor tidak mengancam anak-anak, koruptor tidak memalak anak-anak, koruptor tidak berjualan jajanan berbahaya, koruptor tidak menculik anak-anak. Di pasar tradisional tak ada dampak dan keresahan adanya tipikor. Di warteg dan warnas tahu tempe tak merasakan ulah tipikor atau perilaku koruptor yang sedang makan di warungnya. Jadi, . . . .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar