KORUPSI LINTAS GENERASI
Rabu,
03/12/2008 01:43
KORUPSI LINTAS GENERASI
Bisa saja terjadi, anak
sekarang cita-citanya jadi koruptor. Menurut pandangan mereka, para koruptor
umumnya dari kalangan orang terhormat, terpandang, kaya, punya jabatan, sering
nongol di TV, jadi pembiacaraan dan pemberitaan media cetak. Dengan fantasi dan
daya imaji anak-anak, mereka anggap bahwa koruptor itu bukan penjahat.
Maling jemuran
ketangkap basah oleh masyarakat, dihakimi secara masal, itu baru penjahat.
Copet di angkot
kepergok oleh korbannya, babak belur, bonyok dihadiahi bogem mentah, itu baru
penjahat.
Rampok di rumah juragan
sembako, dikeroyok satu kampung, tewas ditempat tanpa meninggalkan pesan
terakhir, itu baru penjahat.
Penodong yang tak
mempan dibacok, dibekuk, ditembak polisi, akhirnya kebahisan nyawa dalam
perjalan menuju rumah makan, itu baru penjahat.
Jambret sial, dikejar
penduduk melarikan diri dengan menceburkan diri ke empang, tak muncul-muncul
kecuali arwahnya, itu baru penjahat.
Preman jalanan yang
sering memeras pedagang kaki lima, mabuk, tewas diseruduk truk tinja, mayatnya
tak ada yang mengakui, itu baru penjahat.
Pembunuh yang
memutilasi korbannya menjadi berkerat-kerat, mati ketakutan sebelum dihukum
mati, itu baru penjahat.
Pemalak anak sekolahan
dengan dalih untuk makan, gosong tersengat listrik dan tawon saat sedang
beroperasi, tanpa identitas yang jelas kecuali jenis kelamin, itu baru
penjahat.
Perompak merompak kapal
importir pakaian bekas, kebahisan bahan bakar di tengah laut, tenggelam mati
pelan-pelan, itu baru penjahat.
Begal yang merampas
motor tukang ojek, kabur nabrak kereta api yang sedang langsir, motor selamat
begalnya kiamat, itu baru penjahat.
Duduk perkara, bahwa
yang jadi korban tipikor adalah bukan orang tetapi negara, mana anak-anak tahu.
Memang koruptor tidak meresahkan masyarakat, koruptor tidak menghantui
anak-anak, koruptor tidak menakuti anak-anak, koruptor tidak mengancam
anak-anak, koruptor tidak memalak anak-anak, koruptor tidak berjualan jajanan
berbahaya, koruptor tidak menculik anak-anak. Di pasar tradisional tak ada
dampak dan keresahan adanya tipikor. Di warteg dan warnas tahu tempe tak
merasakan ulah tipikor atau perilaku koruptor yang sedang makan di warungnya.
Jadi, . . . .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar