Koruptor, Pahlawan Ideologi Bagi Kawanan Parpol
Aroma irama dan syahwat politik mampu merasuki bahkan
mendominasi tatanan dan tataran kehidupan berbangsa dan bernegara, di semua
tingkatan penyelenggara negara. Emosi rakyat diaduk dan diudak secara masif,
terstruktur dan berdampak sistemik dalam format pesta demokrasi lima tahunan.
Bandar politik sampai kurir politik tidak belajar dari
sejarah, belajar tetapi untuk membuktikan hal sebaliknya. Ketika para pendiri
negara, pasca digodok dalam kawah candradimuka penjara penjajahan kolonial,
tanpa diminta bangkit menjadi Proklamator, tanpa mencalonkan diri tampil
sebagai pemimpin negara. Sekarang, para petinggi parpol yang kebagian kursi
trias politika, belum jatuh tempo sudah masuk penjara. Status tersangka sampai
menjadi terpidana. Pasal tipikor dengan gemilang berhasil menambah populasi
koruptor wakil parpol.
70 tahun Indonesia merdeka, kita masih minim binti minus negarawan
tapi surplus koruptor. Kita masih dininabobokan oleh penjajah, yang menjadikan
kita serba malas. Rasa malas diimbangi dengan gerak cepat menafsirkan, oleh cepat
menyimpulkan, ahli cepat mengartikan bahwa ideologi bisa diwariskan ke anak
cucu. Merasa menjadi anak ideologis Proklamator yang nyaris menjadi presiden
semumur hidup. Merasa bisa memimpin negara.
Warisan ideologi semangkin membangkitkan gairah untuk
menjadikan negara sebagai warisan. Politik aji mumpung menjadi pakem para
kawanan parpolis. Mumpung kuasa, kalau tidak sekarang, dalam periodenya, kapan
lagi. Kesempatan korupsi tidak datang dua kali apalagi berulang. Pakai pepatah “sekali
korupsi, dua tiga generasi tercukupi, 7 turunan terpenuhi”. [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar