Suara Rakyat, Majalah MPR Edisi No.05/Th.V/Mei 2011
TOKOH PANUTAN vs TOKOH PEMANUT
Secara politis dan konstitusional, kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara NKRI mengalami pasang surut bak lautan. Tak jarang bertengger di
titik nadir, karena ulah dan polah kawanan parpolis. Bhinneka Tunggal Ika masih
layak diterapkan dalam menghadapi keanekaragaman parpol. Koalisi parpol periode
2009-2014 menunjukkan betapa rapuh dan ringkihnya parpol dalam melaksanakan
amanah rakyat. Koalisi bukanlah poros kekuasaan dan kekuatan penyelenggara
negara, apalagi bak gapit wayang kulit. Tersirat adanya “pengendali” di balik
kekuasaan formal. Ibarat dunia wayang, cerita persilatan, jika ada penguasa, di
baliknya pasti ada tokoh kuat yang notabene sebagai pondasi maupun poros.
Posisi tokoh di balik layar, atau aktor intelektual multi fungsi.
Di era Orde Baru, di balik ketiak pak Harto terdapat sederet tokoh yang
perannya tidak bisa dianggap enteng. Mulai dari leuarga besar, tokoh loyal,
tokoh spritiual, tokoh teritorial, atau yang masuk kategori nepotisme dan
kolusi (KKN). Saat ini memang dikondisikan ABS, maka tanpa komando beriringan
berdiri [paling depan di belalkang pak Harto. Tokoh yang mbalelo, selain akan
dirangkul atau didengkul. Tokoh berseberangan cukup banyak, lebih banyak yang
tunggu bola atau bola liar. Begitu gawang pak Harto jebol, bermunculan para
pemain yang merasa bisa dan merasa banyak jasa dalam menlengserkeprabonkan
Bapak Pembangunan. Bak cendawan di musim hujan, timbul dan muncul reformis dari
segala penjuru tanah air. Banyak yang merasa bisa menjadi RI-1 denga modal
sebagai pendiri parpol atau pemai di belakang layar atas terjadinya berbagai
peristiwa.
Tekanan sejarah menyebabkan manusia Indonesia tidak kreartif dan inovatif,
khususnya para politisi. Tampilan mereka yang diliput media masa membuktikan
bahwa mereka pandai mengomentari kinerja orang lain. Saling debat, adu
argumentasi, baku mult, buka-bukaan pasal hukum, unjuk gigi, pamer bego menjadi
aktraksi TV yang dipertontonkan. Kondisi ini secara nyata malah membuktikan
bahwa kawanan politisi lebih dominan menjadi pengomentator yang brilian
daripada pemain papan bawah. Dicuci oleh sejarah yang malah melahirkan kawanan
politisi dengan kategori pembebek atau yesmen, ABS, yang penting selamat,
utamakan keamanan diri pribadi, selamatkan diri masing-masing, dagang sapi,
pokoknya balok modal, pagi kedelai sore tempe, tak ada sekutu abadi dan atau
tak ada seteru kekal. Sudah kehendak sejarah, seolah susah lahir tokoh panutan.
-----
Tidak ada komentar:
Posting Komentar