Rabu, 08/02/2006
02:33
PEROKOK DAN KEBEBASAN
MEDIA MASSA
Di NKRI ini kebebasan
telah menjadi dasar hak asasi manusia, khususnya dalam menyatakan jati dirinya.
Menyantumkan nama marga atau suku bangsa; memajang nama yang menunjukkan garis
keturunan darah biru utawa anak keturunan dari orang bernama merupakan hak
asasi yang kodrati dan alami. Proses penyataan diri telah mengalami kemajuan
secara radikal. Masing-masing individu mempunyai pola dan modus yang tak bisa
disamaratakan. Masing-masing mengklaim dirinya sebagai pencetus ide porno
ragam, proklamator gerakan moral sampai merasa sebagai pembawa berita kedamaian
dan kepedulian ummat.
Pembanding, tatkala
Charles Darwin, bapak monyet dunia, mengatakan bahwasanya manusia akan berulah
untuk membedakan dirinya dengan monyet. Mungkin karena teorinya mengungkapkan banyak
persamaan antara manusia dengan monyet. Ingin beda, makanya antara lain karena
monyet tidak merokok, maka orang utawa manusialah yang merokok! Coba, kalau
monyet dari sononya sudah merokok pasti dan bisa dipastikan orang utawa manusia
tadi tidak merokok. Takut dipersamakan dengan nenek moyangnya. Apa hubungannya
dengan kebebasan media massa !? (bersambung)
Jumat, 10/02/2006
10:21
PEROKOK DAN KEBEBASAN
MEDIA MASSA (2)
Tatkala meminum rokok
dilarang, sedangkan pabrik rokok tetap jalan. Dilarang menegak miras, padahal
miras menambah devisa. PSK jalanan dirazia, PSK gedongan atau lokalisasi judi
yang kurang bagi hasilnya siap-siap digrebeg aparat keamanan.
Apa hubungan antara
perokok, penjudi dan PSK. Dengan modal mata untuk membaca dan melihat, kita
bisa menikmati produk cetak maupun tayangan media massa. Si pencetak maupun si
penayang hanya memikirkan aspek keuntungan finansial saja, tak kurang dan tak
lebih. Dampak buruk atau efek samping media massa menjadi urusan, tanggung
jawab pembaca / pemirsa. Kalau tak mau terlibat dan terlibas revolusi moral
media massa cukup tutup mata! Berita memang disampaikan apa adanya, spontan,
polos sesuai aselinya. Kalau hasil rekayasa akan segera ketebak apa maunya.
Dikejar jam cetak /
tayang menjadikan spontanitas, apalagi tanpa melalui prosedur pemilihan /
pemilahan berbasis norma wong timur, yang penting ada. Hantam kromo. Yang maya
bisa divisalkan. Mimpi pun bisa diformulasikan dalam berbagai babakan
kehidupan. Bagi cetak / tayang yang berdasarkan survei masih dibutuhkan pembaca
/ pemirsa bisa dibuat berkelanjutan. Dari sisi lain, pencarian untung semata
tadi terkadang akan membutakan mata hati. Bahkan kaum penjajah tak perlu datang
ke nusantara. Cukup memanfaatkan media massa versi NKRI. Dampaknya sudah kira
rasakan. Kita tak hanya sudah kebakaran jenggot saja. Kebakaran mata!!! (hn)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar