Selasa, 08/06/2004
08:49
KONTRAPRODUKTIF POLITIK,
BELUM BERANAK SUDAH MENIMANG
Amien Rais, Ketua Umum MPR RI, yang juga salah satu
kawanan Reformis dinyatakan “termiskin” di antara pesaing capres / cawapres 2004-2009.
Secara etis politis posisi Bung AR bisa ditafsirkan bahwa ybs bak “musang mati
di kandang ayam tetangga” atau boleh diartikan ada semacam biaya politik yang
harus dibayarkan. Entah untuk wajib setor, membiayai para unjuk raga di
jalanan, sampai hal yang paling masuk akal dan nalar yaitu masukan selama 5
tahun menjabat Ketum MPR memang tidak berkah. Paling tidak yang agak mendekati
yaitu cari modal untuk modal.“Termiskin”?, makanya jadi presiden!!!
Bung AR merasa sebagai Reformis belum berkesempatan menjadi
penguasa dan penyelenggara negara alias jadi RI-1. Kalau berkesempatan dengan
rasa berani, jujur, amanah bersama rakyat membangun Indonesia. Jadi selama
mampir menjadi orangtua di MPR masih sia-sia, tak sesuai skenario pribadinya.
Tak bisa melepas bayang-bayang si “kakek” orang kuat dan sekaligus penguasa
tunggal Orde Baru. Kita sedikit kritis, golongan mana saja atau oknum siapa
saja yang akan mendukung Bung AR. Kita bersyukur bahwa warga, simpatisan dan
keluarga besar Muhammdiyah tidak mendukungnya. Alasannya sangat sederhana,
memilih PAN pada Pemilu Caleg 5 April 2004 karena melihat calegnya, bukan Ketua
Umum PAN. Para petualang politik, yang mempolitikkan agama dan mengagamakan
politik, jelas akan mendukung Bung AR.
Gebrakan pertama kampanye Bung AR dengan mendatangi
masjid Salman dan Kampus ITB yang menandakan bahwa dia kalah pamor dengan S bin
Y. Dwi tunggal yang njomplang ini jelas akan digerogoti oleh Tim Suksesnya
sendiri dan dedengkot parpol pendukungnya. Jadi, belum-belum “dwi tunggal” yang
belum beranak satu bukti pun tetapi telah sibuk - tentunya dengan menyerap
biaya tinggi – menebar janji dan angan-angan politis. Membayangkan bagaimana
meninabobokan sang jabang bayi atau membodohkan rakyat dengan buaian, rayuan
angin surga. (hn).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar