Halaman

Jumat, 15 Agustus 2014

KOMUNITAS BERBASIS ALKOHOL

Beranda » Berita » Opini
Senin, 26/03/2007 08:18
KOMUNITAS BERBASIS ALKOHOL

Walhasil, untuk jangka panjang penjajah Belanda berhasil menanamkan rasa malas, merasa sebagai bangsa yang serba bebas, keterbelakangan berfikir, mengandalkan bantuan orang lain, alam bisa diperas habis, takut lapar, takut miskin sampai sewaktu dijajah tidak perlu bekerja, koq setelah merdeka harus bekerja. Kondisi ini diperparah bahwa suku mereka bisa mendatangkan matahari untuk menyinari NKRI, dari ufuk timur (Merauke) sampai terbenamnya sang surya di barat (Sabang). Melalui Trikora (produk Orde Lama) maka Irian Barat kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi, sekitar awal tahun 1960an.

Mulailah bom waktu meletus pelan tetapi bisa membawa bencana. Terlebih masih adanya penjajah dari dunia barat dengan modal sembako. Atau membagi binatang sebagai simbol kekayaan dan kejayaan suatu suku bangsa yang bergerak hidup di Papua. Sampai kekayaan alam dalam bumi terkeruk dan tergaruk habis untuk kepentingan negara lain, kita tak merasa bersalah.

Pribumi di Bumi Cenderawasih masih ada yang merasa tersisih dan terpinggirkan secara sistematis. Di sisi lain ada yang merasa menjadi budak di hati sendiri. Doktrin yang dogmatis meracuni hati nurani mereka. Misi penjajah untuk meninabobokkan mereka suskes tanpa cacat. Merdeka bukan tujuan. Bisa dimulai dengan memenangkan misi mereka. Ingat gerakan moral anti saling libas. Jika sesama bis kota dilarang saling menyalip, mereka lebih baik membentuk komunitas yang saling menyalip. Tak ada kata halal dan haram dalam kamus hidup mereka. Pergolakan politisi lokal semangkin memperborok luka yang membara. (hn)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar