Senin, 26/03/2007
08:18
KOMUNITAS BERBASIS
ALKOHOL
Walhasil, untuk
jangka panjang penjajah Belanda berhasil menanamkan rasa malas, merasa sebagai
bangsa yang serba bebas, keterbelakangan berfikir, mengandalkan bantuan orang
lain, alam bisa diperas habis, takut lapar, takut miskin sampai sewaktu dijajah
tidak perlu bekerja, koq setelah merdeka harus bekerja. Kondisi ini diperparah
bahwa suku mereka bisa mendatangkan matahari untuk menyinari NKRI, dari ufuk
timur (Merauke) sampai terbenamnya sang surya di barat (Sabang). Melalui Trikora
(produk Orde Lama) maka Irian Barat kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi, sekitar
awal tahun 1960an.
Mulailah bom waktu
meletus pelan tetapi bisa membawa bencana. Terlebih masih adanya penjajah dari
dunia barat dengan modal sembako. Atau membagi binatang sebagai simbol kekayaan
dan kejayaan suatu suku bangsa yang bergerak hidup di Papua. Sampai kekayaan
alam dalam bumi terkeruk dan tergaruk habis untuk kepentingan negara lain, kita
tak merasa bersalah.
Pribumi di Bumi
Cenderawasih masih ada yang merasa tersisih dan terpinggirkan secara
sistematis. Di sisi lain ada yang merasa menjadi budak di hati sendiri. Doktrin
yang dogmatis meracuni hati nurani mereka. Misi penjajah untuk meninabobokkan
mereka suskes tanpa cacat. Merdeka bukan tujuan. Bisa dimulai dengan
memenangkan misi mereka. Ingat gerakan moral anti saling libas. Jika sesama bis
kota dilarang saling menyalip, mereka lebih baik membentuk komunitas yang
saling menyalip. Tak ada kata halal dan haram dalam kamus hidup mereka.
Pergolakan politisi lokal semangkin memperborok luka yang membara. (hn)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar