Selasa, 27/06/2006 03:44
PETA SINETRON vs PETA POLITIK
Semangat reformis
dibilang hanya mengulang sejarah, hanya lebih hati-hati dan terbuka. Semisal
mengapa orang berperilaku korup. Hasil penyelidikan di atas kertas maupun di
atas rumput membuktikan bahwa para pelaku tipikor dibagi menjadi dua kutub.
Semua berbasis hukum. Mulai dari yang buta hukum sampai yang kebal hukum. Kita
tinggal pilih kutub yang mana sesuai selera dan itikad, yang jelas jangan
coba-coba. Malah mahal di ongkos dan biaya perkara. Acuan untuk berkorupsi
secara elegan, pokoknya yang masuk kutub kebal hukum, tokohnya masih hidup.
Di sinetron
(singkatan dari sinematografi elektronik ?) yang ditayangulangkan liwat media
elektronika utawa layar kaca tersirat berbagai delik. Mulai dari penyaluran
bakat sampai ingin berakrobat. Orang cari duit dengan berakrobat di darat dan
udara walau dibilang masuk hiburan mata dan nyali. Laiknya penyanyi, bukannya
cari duit! Malah harus keluar duit untuk bisa manggung di layar kaca. Tampil di
layar kaca atau media massa pada umumnya sebagai ajang promosi.
Bahkan kulit itnta
yang di satu sisi dianggap kurang ajar, di sisi lainnya campur tangannya
diharapkan, khususnya untuk mendongkrak polularitas. Harus punya modal tak
sekedar modal, kalau perlu menggadaikan yang masih di dahan. Prinsip ijon
berlaku atau terasa usang. Posisi tawar-menawar jelas tak memakai pasal dan
secara moral antar pelaku bisa mengikat. Masing-masing pegang kunci atau
kelemahan pihak lawan.
Aturan main
berdasarkan sistem arisan, jatah, kapling. Periode 2004-2009 jelang paruh
jalan. Banyak politisi utawa politikus menyiapkan peluang. Mengatur dan
merapatkan barisan bisa mulai dari atas. Siapa kuat rupiah akan bertindak
sebagai pengarah. Yang di bawah tinggal mengamini. Yang kalah rupiah
dikuatirkan akan merangkul dolar. Mencari bantuan tetangga. Isu teroris
khususnya yang dituju Islam radikal menjadi senjata untuk meraih simpati.
Jangan heran kalau investor asing masih melirik NKRI. Kata orang bijak, politik
menghalalkan segala cara. Seperti yang dipraktekkan PKI sampai sekarang. (hn)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar