selangkah lagi, nama
berbau agama wajib ganti nama lokal
Kilas balik ke zaman Orde Lama. Nama
manusia dan atau orang yang berbau kebarat-baratan. Oleh BK dianjurkan sangat
ganti nama, balik nama ke nama lokal. Zaman Orde Baru muncul nama kodian “barnowo”,
bubar Cino dadi Jowo. Blasteran menjadi “asnowo”, asli Cino Jowo. Pranowo kependekan
dari ‘peranakan Cino dng Jowo’. Pranoto bagi yang secara fisik asli peranakan
cino totok.
Suku bangsa Betawi di lokasi tempat
tinggal. Tenar juga penamaan Hitachi alias ‘hitam tapi China’. Model mata sipit
tak bisa untuk menipu identitas. Apa artti nama. Sangat berarti. Tidak kuat
nama, bancakan ganti nama. Atau tetap pada nama bawaan lahir, cuma pakai nama
panggilan beda. Tak ada hubungan dengan nama diri sesuai ijazah.
Laju peradaban manusia beradab. Kurang
kerjaan karena over gizi sekaligus tuna gizi.
Terlebih didapuk jadi penggede negoro. Tambah gedhe ndase, tambah atos
sirahe.
Nama menunjukkan agama. Sejalan dengan
Islam nusantara. Maka daripada itu demi jaga rasa. Ganti dengan nama lokal,
nama daerah, nama trah. Pengguna nama marga, lanjutkan. Pakai tetenger nama
sesuai urutan. Agar tampak berlaku global,
nama dengan tiga kata. Hindarkan penggunaan kata ‘bin’ dan atau ‘binti’. Soal di
belakang nama ada angka Romawi, serahkan kepada ybs.
Agar aman, pakai nama tokoh wayang. Anak
cucu ideologis bisa pakai nama Rahwana I, Rahwana II dan selanjutnya. Agar tampak
gagah, keren, disegani, berwibawa. Pakai nama Cakilputeri atau Semarputera. Tampak
merakyat pakai nama Garengwati, Limbukwan. Bisa juga pakai marga loyalis
penguasa, nama belakang Kangfred, Chebong, nDodokwo.
Terserah yang punya nama dan masih
minat tinggal di nusantara. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar