Halaman

Minggu, 08 Desember 2019

selangkah lagi, nama berbau agama wajib ganti nama lokal


selangkah lagi, nama berbau agama wajib ganti nama lokal

Kilas balik ke zaman Orde Lama. Nama manusia dan atau orang yang berbau kebarat-baratan. Oleh BK dianjurkan sangat ganti nama, balik nama ke nama lokal. Zaman Orde Baru muncul nama kodian “barnowo”, bubar Cino dadi Jowo. Blasteran menjadi “asnowo”, asli Cino Jowo. Pranowo kependekan dari ‘peranakan Cino dng Jowo’. Pranoto bagi yang secara fisik asli peranakan cino totok.

Suku bangsa Betawi di lokasi tempat tinggal. Tenar juga penamaan Hitachi alias ‘hitam tapi China’. Model mata sipit tak bisa untuk menipu identitas. Apa artti nama. Sangat berarti. Tidak kuat nama, bancakan ganti nama. Atau tetap pada nama bawaan lahir, cuma pakai nama panggilan beda. Tak ada hubungan dengan nama diri sesuai ijazah.

Laju peradaban manusia beradab. Kurang kerjaan karena over gizi sekaligus tuna gizi.  Terlebih didapuk jadi penggede negoro. Tambah gedhe ndase, tambah atos sirahe.

Nama menunjukkan agama. Sejalan dengan Islam nusantara. Maka daripada itu demi jaga rasa. Ganti dengan nama lokal, nama daerah, nama trah. Pengguna nama marga, lanjutkan. Pakai tetenger nama sesuai urutan.  Agar tampak berlaku global, nama dengan tiga kata. Hindarkan penggunaan kata ‘bin’ dan atau ‘binti’. Soal di belakang nama ada angka Romawi, serahkan kepada ybs.

Agar aman, pakai nama tokoh wayang. Anak cucu ideologis bisa pakai nama Rahwana I, Rahwana II dan selanjutnya. Agar tampak gagah, keren, disegani, berwibawa. Pakai nama Cakilputeri atau Semarputera. Tampak merakyat pakai nama Garengwati, Limbukwan. Bisa juga pakai marga loyalis penguasa, nama belakang Kangfred, Chebong, nDodokwo.

Terserah yang punya nama dan masih minat tinggal di nusantara. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar