rencana politik ditolak, bencana
politik menjawab
Hebatnya kawanan partai politik
nusantara. Puncak dan atau awal kebrutalan, pemakan segala pada saat presiden
RI ketujuh. Tepatnya 2014-2019. Mendapat stigma politis sebagai petugas partai.
Mesin politik periode kedua langsung panas, tancap gas. Muncul ide cemerlang mem-periode
ketiga-kan.
Gaya politik Orde Lama dioplos
dengan modus politik Orde Baru, masuk bejana politik koalisi pro-penguasa. Pemerataan
kursi sampai klasemen dan segmen umur generasi. Sebutan generasi milinial untuk
menghaluskan makna pemuda sampai batasan 40 tahun. Generasi bau tanah pakai
asas ‘gulo Jowo rasane legi,
tambah tuwo soyo legi’.
Politik nusantara dengan dua muka
sisinya, bak mata uang logam. Satu sisi untuk kepentingan ritual demokrasi.
Sebagai peserta pesta demokrasi lima tahunan. Sisi lainnya, berguna untuk
tampilan atraktif. Seolah mewakali nusantara di panggung politik dunia.
Penganggalan Jawa dengan penamaan
hari sebayak 5 hari: Legi, Pahing, Pon, Wage dan Kliwon dengan hari kalender
masehi. Dalil gugon tuhon, berbasis primbon, ramalan atau apa kata bintang. Eksistensi partai
politik lebih sebagai kendaraan politik. Ingat riwayat presiden RI kedua,
penguasa tunggal Orde Baru.
Akhirnya, padahal wong cilik paham
bahwa nusantara bukan sesuatu yang given, tiban, rayahan atau dapat diwariskan.
Parpol sebagai penggerak sekaligus hidup dari demokrasi. Ruwatan politik
bagus untuk kepentingan negara. Gamblangnya, ATHG negara akibat akumulasi syahwat politik
keberlanjutan, kebablasan atau tak tersalurkan. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar