Halaman

Sabtu, 14 Desember 2019

rencana politik ditolak, bencana politik menjawab


rencana politik ditolak, bencana politik menjawab

Hebatnya kawanan partai politik nusantara. Puncak dan atau awal kebrutalan, pemakan segala pada saat presiden RI ketujuh. Tepatnya 2014-2019. Mendapat stigma politis sebagai petugas partai. Mesin politik periode kedua langsung panas, tancap gas. Muncul ide cemerlang mem-periode ketiga-kan.

Gaya politik Orde Lama dioplos dengan modus politik Orde Baru, masuk bejana politik koalisi pro-penguasa. Pemerataan kursi sampai klasemen dan segmen umur generasi. Sebutan generasi milinial untuk menghaluskan makna pemuda sampai batasan 40 tahun. Generasi bau tanah pakai asas ‘gulo Jowo rasane legi, tambah tuwo soyo legi’.

Politik nusantara dengan dua muka sisinya, bak mata uang logam. Satu sisi untuk kepentingan ritual demokrasi. Sebagai peserta pesta demokrasi lima tahunan. Sisi lainnya, berguna untuk tampilan atraktif. Seolah mewakali nusantara di panggung politik dunia.

Penganggalan Jawa dengan penamaan hari sebayak 5 hari: Legi, Pahing, Pon, Wage dan Kliwon dengan hari kalender masehi. Dalil gugon tuhon, berbasis primbon, ramalan atau apa kata bintang. Eksistensi partai politik lebih sebagai kendaraan politik. Ingat riwayat presiden RI kedua, penguasa tunggal Orde Baru. 

Akhirnya, padahal wong cilik paham bahwa nusantara bukan sesuatu yang given, tiban, rayahan atau dapat diwariskan.  Parpol sebagai penggerak sekaligus hidup dari demokrasi. Ruwatan politik bagus untuk kepentingan negara. Gamblangnya, ATHG  negara akibat akumulasi syahwat politik keberlanjutan, kebablasan atau tak tersalurkan. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar