Halaman

Rabu, 01 April 2015

pemerintah takut bayangan sendiri

PEMERINTAH takut bayangan sendirI

Tindakan heroik dan patriotik Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) sebagai bagian dari pemerintah, memblokir (zaman Orba dikenal dengan istilah dibreidel) situs Islam yang dianggap radikal, atas petunjuk dan pesanan Badan Nasional Penanggulang Terorisme (BNPT), malah membuktikan bahwa pemerintah tidak peka terhadap dinamika masyarakat. Tafsir tunggal yang digulirkan BNPT tentang radikalisme bukan hasil dari pemikiran lokal, regional bahkan nasional. Agar anggaran penanggulangan terorisme tidak mangkrak atau hangus, tentu agar digunakan sesuai perencanaan aparat keamanan. Awak BNPT memang ahli pelaksana skenario, tanpa harus berfikir.

Pemerintah tidak sekedar melempar batu ke air, untuk melihat reaksi masyarakat atas berbagai kebijakan dan tindakan negara, namun melempar bom waktu. Pengalihan isu yang dikomandokan ternyata tidak ampuh, mujarab dan jitu. Lazim di industri politik, jika kebijakan malah mengundang sentimen masyarakat, wajib dicari siapa kambing hitamnya, wajin harus ada yang dikorbankan. Jika rakyat  bereaksi, pemeritah cuma jawab ada kesalahan adminsitrasi dan prosedur.

Tak urung, berita di media massa, memposisikan pihak pemerintah sebaga biang kerok terjadinya  berbagai kasus nasional. Contoh berikut tidak mewakili fakta atau kejadian aktual di tanah air :

Peneliti : Pemerintah Tak Fokus Atasi Flu Burung”. REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Sabtu, 28 Maret 2015, 13:14 WIB -- Peneliti penyakit flu burung Chairul Anwar Nidhom menilai bahwa kasus flu burung masih terjadi dan terulang di Indonesia karena pemerintah yang tidak fokus.

Menurutnya, kasus flu burung selalu terulang di Tanah Air karena pemerintah tak berkonsentrasi untuk mengatasinya. Padahal, negara-negara lain seperti Malaysia dan Thailand bisa bebas flu burung.

“Kenapa demikian? Sebetulnya Thailand belajar dari Indonesia, ternyata Thailand bebas dan Indonesia belum. Karena, kita tidak fokus terhadap penyakit-penyakit ini,” katanya kepada Republika, Sabtu (28/3).

“Menteri LHK Sebut Pelaku Illegal Loging Setingkat Teroris”. JAKARTA, Suluhriau- Nasional - Jumat, 27/02/2015 - 08:41:40 WIB. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya, menegaskan perbuatan merusak hutan dan lingkungan dalam bentuk illegal logging merupakan kejahatan setingkat terorisme. 

Alasannya karena dapat merusak masa depan generasi yang akan datang dan menyakiti hati rakyat. 

“Pemerintah Lembek, Terorisme Berkembang”. JAKARTA - Selasa,  31 Maret 2015−14:58 WIB. Mantan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Ansad Mbai berharap pemerintah segera membentuk undang-undang untuk menangkal aksi terorisme di Indonesia.

Dia berharap Pemerintah Indonesia segera  menyiapkan perangkat hukum yang efektif untuk menjerat sejumlah kelompok yang diduga telah bergabung dengan ISIS. 

Selama ini, kata dia, negara sulit menjerat karena mereka belum melakukan teror. "Bikin dong undang-undangnya. Seluruh negara di sana keras, di sini lembek. Siap siap jadi penampung teroris," ujarnya.
---

Sebelum menerawang jauh, kita coba kembali ke masa digdayanya Orde baru. Dalam konstelasi politik yang sangat otoritarian dan totalitarian yang ditampilkan oleh rezim dan rekananan Orde Baru, terlebih jelang lengserkeprabon Bapak Pembangunan Soeharto. Nyaris, tidak ada lagi kekuatan sosial maupun politik yang punya nyali tetap tampil melawan hegemoni kekuasaan Soeharto.

Para intelektual yang kebayakan berasal dari gudang ilmu kampus negeri banyak yang “tiarap di tempat”. Kaum agamais dan relijius sebagian besar dikontrak lembaga korporasi negara. Alat penerangan, wadah tukang uber berita, utawa pers dibungkam dengan ancaman telepon dan breidel yang dilakukan pimpinan birokrasi departemen penerangan maupun lembaga pengendali keamanan. Partai politik (terlebih cuma ada PPP dan PDI) menjadi bagian dari lembaga pengesahan kebijakan negara, rakyat kecil diam dalam ketakutan dan kebingungan.

---

Tipikor sebagai titik retak persatuan Nusantara, pembalakan liar sebagai ikhtiar nyata melubangi kapal Nusantara dari dalam, pengkaplingan daerah untuk memberi nafkah kepada parpol, dan masih banyak gerakan yang tidak pro-rakyat, menjadikan bebas psikologis presiden RI. Jangan disangkutpautkan dengan radikalisme wapres. Jangan mengacu gerilya politik dengan mahzab kubu dan loyalis atau versi musyawarah nasional.

Panggung, industri maupun syahwat politik terkadang lebih kejam daripada ibu tiri. Jika sudah terjebak dalam pusaran politik, apa saja bisa dilakukan. Mulai dari bagi-bagi kekuasaaan sampai koalisi partai politik. Demokrasi diartikan sebagai mengutamakan kepentingan. Siapa yang sudah terjun ke panggung politik akan ketagihan, kecanduan, selalu merasa kurang. Banyak cara dan akal untuk mempertahankan kekuasaan, mewariskan kekuasaan sampai merebut kembali kekuasaan.

Ironis, penyelenggaran negara di bawah kendali dan komando bandar politik [HaeN]


Tidak ada komentar:

Posting Komentar