PEMERINTAH takut
bayangan sendirI
Tindakan heroik dan patriotik
Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) sebagai bagian dari
pemerintah, memblokir (zaman Orba dikenal dengan istilah dibreidel) situs Islam
yang dianggap radikal, atas petunjuk dan pesanan Badan Nasional Penanggulang
Terorisme (BNPT), malah membuktikan bahwa pemerintah tidak peka terhadap
dinamika masyarakat. Tafsir tunggal yang digulirkan BNPT tentang radikalisme
bukan hasil dari pemikiran lokal, regional bahkan nasional. Agar anggaran
penanggulangan terorisme tidak mangkrak atau hangus, tentu agar digunakan
sesuai perencanaan aparat keamanan. Awak BNPT memang ahli pelaksana skenario,
tanpa harus berfikir.
Pemerintah tidak sekedar melempar
batu ke air, untuk melihat reaksi masyarakat atas berbagai kebijakan dan
tindakan negara, namun melempar bom waktu. Pengalihan isu yang dikomandokan
ternyata tidak ampuh, mujarab dan jitu. Lazim di industri politik, jika
kebijakan malah mengundang sentimen masyarakat, wajib dicari siapa kambing
hitamnya, wajin harus ada yang dikorbankan. Jika rakyat bereaksi, pemeritah cuma jawab ada kesalahan
adminsitrasi dan prosedur.
Tak urung, berita di media massa,
memposisikan pihak pemerintah sebaga biang kerok terjadinya berbagai kasus nasional. Contoh berikut tidak
mewakili fakta atau kejadian aktual di tanah air :
“Peneliti : Pemerintah Tak Fokus Atasi Flu Burung”. REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Sabtu, 28 Maret 2015, 13:14
WIB -- Peneliti penyakit flu burung Chairul Anwar Nidhom menilai bahwa kasus
flu burung masih terjadi dan terulang di Indonesia karena pemerintah yang tidak
fokus.
Menurutnya, kasus flu burung selalu terulang di Tanah Air karena pemerintah tak berkonsentrasi untuk mengatasinya. Padahal, negara-negara lain seperti Malaysia dan Thailand bisa bebas flu burung.
“Kenapa demikian? Sebetulnya Thailand belajar dari Indonesia, ternyata Thailand bebas dan Indonesia belum. Karena, kita tidak fokus terhadap penyakit-penyakit ini,” katanya kepada Republika, Sabtu (28/3).
“Menteri LHK Sebut Pelaku Illegal Loging Setingkat Teroris”. JAKARTA, Suluhriau- Nasional - Jumat, 27/02/2015 - 08:41:40 WIB. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya, menegaskan perbuatan merusak hutan dan lingkungan dalam bentuk illegal logging merupakan kejahatan setingkat terorisme.
Alasannya karena dapat merusak masa depan generasi yang akan datang dan menyakiti hati rakyat.
“Pemerintah Lembek, Terorisme Berkembang”. JAKARTA - Selasa, 31 Maret 2015−14:58 WIB. Mantan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Ansad Mbai berharap pemerintah segera membentuk undang-undang untuk menangkal aksi terorisme di Indonesia.
Dia
berharap Pemerintah Indonesia segera menyiapkan perangkat hukum yang
efektif untuk menjerat sejumlah kelompok yang diduga telah bergabung dengan
ISIS.
Selama
ini, kata dia, negara sulit menjerat karena mereka belum melakukan teror.
"Bikin dong undang-undangnya. Seluruh negara di sana keras, di sini
lembek. Siap siap jadi penampung teroris," ujarnya.
---
Sebelum menerawang jauh, kita coba
kembali ke masa digdayanya Orde baru. Dalam konstelasi politik yang sangat
otoritarian dan totalitarian yang ditampilkan oleh rezim dan rekananan Orde
Baru, terlebih jelang lengserkeprabon Bapak Pembangunan Soeharto. Nyaris,
tidak ada lagi kekuatan sosial maupun politik yang punya nyali tetap tampil
melawan hegemoni kekuasaan Soeharto.
Para intelektual yang kebayakan
berasal dari gudang ilmu kampus negeri banyak yang “tiarap di tempat”. Kaum
agamais dan relijius sebagian besar dikontrak lembaga korporasi negara. Alat
penerangan, wadah tukang uber berita, utawa pers dibungkam dengan ancaman
telepon dan breidel yang dilakukan pimpinan birokrasi departemen penerangan
maupun lembaga pengendali keamanan. Partai politik (terlebih cuma ada PPP dan
PDI) menjadi bagian dari lembaga pengesahan kebijakan negara, rakyat kecil diam
dalam ketakutan dan kebingungan.
---
Tipikor sebagai titik retak
persatuan Nusantara, pembalakan liar sebagai ikhtiar nyata melubangi kapal
Nusantara dari dalam, pengkaplingan daerah untuk memberi nafkah kepada parpol,
dan masih banyak gerakan yang tidak pro-rakyat, menjadikan bebas psikologis
presiden RI. Jangan disangkutpautkan dengan radikalisme wapres. Jangan mengacu
gerilya politik dengan mahzab kubu dan loyalis atau versi musyawarah nasional.
Panggung, industri maupun syahwat
politik terkadang lebih kejam daripada ibu tiri. Jika sudah terjebak dalam
pusaran politik, apa saja bisa dilakukan. Mulai dari bagi-bagi kekuasaaan
sampai koalisi partai politik. Demokrasi diartikan sebagai mengutamakan
kepentingan. Siapa yang sudah terjun ke panggung politik akan ketagihan,
kecanduan, selalu merasa kurang. Banyak cara dan akal untuk mempertahankan
kekuasaan, mewariskan kekuasaan sampai merebut kembali kekuasaan.
Ironis, penyelenggaran negara di
bawah kendali dan komando bandar politik [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar