RENOVASI DAN REVITALISASI UUD RI 1945
Selasa, 28/10/2003 11:32
Renovasi dan Revitalisasi UUD RI
1945
Pasca Reformasi
bangsa dan rakyat NKRI tersadar dari mimpi buruknya. Nasi telah jadi arang,
amandemen UUD RI 1945 ternyata bak bumerang makan tuan. Ketika saat politik telah
stabil atau mininal telah menemukan jati dirinya dirasakan bahwa yang tertera
di UUD RI 1945 yang telah diamandemen justru menunjukkan keboborokan dan
keborokan era Reformasi. Semangat Merdeka memang sejalan dengan semangat
Proklamasi. Sekali merdeka tetap merdeka! - itu awal berdirinya NKRI. Saat
Reformasi menjadi sekali merdeka, merdeka sekali.
Sang Reformis, yang
dalam skala politik didominasi oleh sang penjegal politik, dengan semangat
"merdeka sekali" mempolitisir semua bidang dan cakupan kehidupan
berbangsa, bernegara, bermasyarakat, beragaman - kecuali dimensi bermartabat.
Martabat bangsa
ditentukan oleh stigma teroris sesuai pesanan mancanegara. Islam - agama Islam,
ummat Islamdi NKRI lebih mementingkan kiprahnya di dunia politik dibanding
ukhuwah Islamiyah, semisal. Urusan dunia saja mereka tak mau bersatu apalagi
untuk urusan akhirat. Memang dalam dunia politik (dipelopori oleh PKI di era
Orde Lama) bahwa tujuan menghalalkan segala cara. Banyak oknum Islam yang bisa
berperan di mana saja ( di eksekutif maupun legislatif, atau sibuk di ormas
Islam ), atau ketika popularitas dan asap dapurnya meredup melakukan jurus
haram-haraman, atau sampai urusan mendirikan partai politik khusus satu pemilu
- minimal dengan sebagai ketua umum sebentuk parpol otomatis jadi bakal calon
presiden.
Islam
dikotak-kotakkan dalam persaingan politis secara sistematis, pemurtadan politis
dihembuskan oleh populis Islam - sementara pemurtadan agamais dibiarkan bebas
lenggang kangkung. Gugur satu muncul seribu ! ( "Prek!", keluh Gus
Dur). Pada dasarnya manusia berlaku sombong dan berbuat kerusakan di muka bumi.
Alasannya cukup serderhana dan mapan, yaitu mempertahankan kekuasaannya. Karena
bak olahraga merebut peringkat pertama lebih mudah dibanding mempertahankan
prestasi.
Makanya untuk
mempertahankan prestasi kekuasaannya banyak cara diupayakan, banyak upaya
dilakukan, banyak laku dijalankan, banyak jalan ditempuh. Apa saja buatan
manusia memang tidak bisa langgeng, tidak bisa abadi. Ada yang lapuk diremuk
zaman, ada yang usang diterjang usia, ada yang musnah ditelan sejarah. Apalagi
yang namanya hukum, hukum buatan manusia. Pasal yang dicantumkan dalam
prakteknya sesuai selera penguasa dan tidak berpihak pada kebenaran. Kebenaran
didapat di akhir riwayat. UUD RI 1945 secara politis kelihatannya memang belum
mengantisipasi NKRI pasca proklamasi.
Terpenting, secara
moral idiologis tidak memprediksi munculnya politisi sipil, politikus KKN yang
secara tega akan menggadaikan negara pinjaman anak cucu kita. Bukannya UUD yang
diamandeman, tetapi peraturan pelaksanaannya yang dibikin luwes, akomodatif,
prospektif. Tidak ada jaminan bahwa pemerintahan pasca Pemilu 2004 tidak akan
mengotak-atik UUD 1945.
Bahkan untuk
menentukan struktur departemen / LPND pun tidak ada satu parpol pun yang
mengkampanyekannya tidak akan ada perombakan. Sering dirombak, lalu kapan
kerjanya, berapa biaya administrasi yang harus lenyap. Kalau mau jujur,
mengamandemen UUD 1945 lebih akurat dengan menambah atau mengurangi rumusan
Pancasila. Selagi kita kuasa atas diri kita marilah kita lebih mementingkan
kepentingan bangsa dan negara. Apa menunggu bangsa lain menguasai negeri ini
sehingga kita perlu proklamasi berikutnya!!! (hn)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar