Jangan Tunggu Allah Murka
Satu Barisan
Allah murka kepada orang yang hanya
pandai berkata saja, tidak melaksanakan apa yang diucapkannya, sebagaimana
firman-Nya yang diabadikan dalam Al-Qur’an [QS Ash Shaff (61) : 3] : “Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa
kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.”
Namun Allah menyukai orang yang mewujudkan
atau mempraktekkan apa yang diucapkannya yaitu orang-orang yang berperang pada
jalan Allah dalam satu barisan (Ash Shaff), tersurat dalam Al-Qur’an [QS Ash Shaff (61) : 4] : “Sesungguhnya Allah menyukai orang
yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka
seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.”
Begitu dahsyat
dampak dari “kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan”, bahwa lidah atau
lisan bisa membawa bencana pada dirinya sendiri atau orang lain. Semakin tinggi
kedudukan atau jabatan seseorang, akan semakin kencang angin menerpa dan
menguncangnya. Semakin banyak cakapnya dan ucapnya, apalagi menguasai media
massa, ibarat menabur badai. Aktor intelektual biasa main di belakang layar,
tak kurang yang terang-terangan diekpos obral kata dalam acara di stasiun TV
swasta.
Moralitas Tunggal
Nenek moyang kita mempunyai petuah “satunya kata dan perbuatan”,
seloka “apa yang dikatakan dilakukan dan apa yang dilakukan dikatakan”, serta
peribahasa “lain di mulut, lain
di hati” (artinya yang dikatakan berbeda dengan isi
hatinya), harus menjadi ciri akhlak umat Islam dalam berbangsa,
bernegara dan bermasyarakat.
Asas “market ideology” yang diacu Indonesia, dengan
ciri pertumbuhan dan perkembangan hanya diserahkan kepada kebebasan pasar,
berakibat yang kuat makin kuat dan yang lemah makin lemah. Sebagai negara
demokratis di era Reformasi adalah adanya kebebasan untuk menyatakan pendapat
dan untuk berorganisasi. Siapa yang bisa banyak bicara, seolah argo kebaikan
dan kebenaran akan melaju. Siapa yang berkuasa, merasa apa yang diucapkan
adalah hukum.
Kecerdasan seseorang memang bisa dilihat dari cara
bertutur, karena tutur kata adalah perwujudan dari memadukan akal dan hati.
Tantangan kehidupan, atau tepatnya ambisi untuk mencapai tujuan, memfungsikan
lidah bak membuang sampah sembarangan.
Salah satu definisi iman yaitu segala yang diucapkan dan dilakukan merupakan satu kesatuan. Bahkan
bagaikan dua sisi mata uang. Iman memiliki prinsip dasar segala isi hati,
ucapan dan tindakan sama dalam satu keyakinan. Orang beriman adalah mereka yang
di dalam hatinya, disetiap ucapannya dan segala tindakannya sama. Orang beriman dapat juga disebut dengan orang
yang jujur atau ucapannya dapat dipercaya. Keimanan paling rendah adalah
merubah kemungkaran dengan hatinya.
Urusan bicara terkait kadar keimanan seseorang, nabi Muhammad SAW telah
melihat makna lidah, seperti hadits : “Abu Hurairah r.a berkata: “Rasulullah
SAW bersabda: “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka
hendaklah ia mengatakan yang baik atau hendaklah ia diam.” (HR Bukhari).
Dampak Lidah
Selain uraian di
atas, Al-Qur’an menegaskan lagi [QS Al Ahzab (33) : 70] : “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah
kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar,”
Perkataan yang benar
tidak hanya terkait dengan segala tindakan yang sudah dilakukannya (sebagai
pengakuan), tetapi juga menepati janji. Jika selama hidup kita terjebak lidah
tak bertulang, maka ada satu hal yang wajib kita yakini, yaitu Al-Qur’an [QS An Nuur (24) : 24] : “pada hari (ketika), lidah, tangan dan
kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan.”
Murka Allah bisa berupa azab di dunia
(penghidupan yang sempit), yang bisa menimpa suatu bangsa. Allah sudah memberi peringatan,
Al-Qur’an [QS Thaahaa (20) : 124] : “Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku,
maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan
menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta."
Manusia sudah diberi hak prerogatif
sebagai kalifah atas dirinya sendiri, resiko di tanggung penumpang, ketika
lidahnya menjadi saksi di peradilan Allah.[HaeN].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar